Friday, July 28, 2006

Final!

Well, well, here it's come, final Liga Indonesia

Seorang teman bilang: "Liga Indonesia, liga paling kompetitif sedunia." Mungkin ini terasa sinikal tapi ada benarnya.

Karena di liga Indonesia selalu ada juara baru. Artinya jarang sekali ada tim yang bisa merajai liga lebih dari sekali. Dan terbuka untuk tim kejutan yang bisa membelalakkan mata semua orang.

Lantas, berdasarkan sejarah, menjadi juara di liga Indonesia adalah kutukan. Contohnya Mastrans Bandung Raya. Begitu juara, di musim berikutnya malah bubar. PSIS setelah jadi kampiun, musim selanjutnya terdegradasi. Persebaya juga begitu. Kenapa? Ini yang bakal gue sama anak-anak FourFourTwo korek dan jadi feature di edisi ke empat.

Sekarang kita ke pertandingan semifinal.

Semifinal pertama, Persmin lawan Persik. Seperti yang udah gue tulis sebelumnya, Persmin harus membenahi organisasi permainan mereka yang mengandalkan kekuatan di garis belakang dan Jorge Toledo di tengah.

Persik sendiri yang pernah mengejutkan dengan jadi juara liga tiga musim lalu, bermain luar biasa taktis. Daniel Roekito sang pelatih, mengerjakan PR-nya dengan baik. Tahu bahwa kekuatan lawan di barisan belakang dan Jorge Toledo maka dia mengintstruksikan pemainnya untuk melakukan pressing di pertahanan lawan.

Jadi mereka langsung mem-by pass lapangan tengah dengan menekan bek-bek Persmin saat kehilangan bola. Sebisa mungkin bola Persmin tidak sampai ke tengah. Taktik ini membuat Jorge Toledo jadi pengangguran di lapangan tengah. Anak-anak Persik tidak mematikan gerak Toledo, tapi mematikan asupan bola untuknya. Cerdas.

Macan Putih pun memetik hasilnya di menit 18 lewat gol top skorer Liga, Christian Gonzales. Koleksi golnya yang ke 28. Lewat sebuah tusukan Edy Sukore di sisi kiri Persmin yang menciptakan kemelut yang dijagal dengan baik oleh Gonzales.

Pertahan Persmin sendiri kehilangan Etoga akibat akumulasi kartu. Dan ini berpengaruh besar. Apalagi taktik lawan yang menekan langsung ke arah mereka. Asyik sekali melihat pressing ketat dilakukan oleh barisan penyerang. Budi Sudarsono, Edy Sukore, Christian Gonzales berlaku macam bek di barisan Persmin.

Gue mencatat gerak Khusnul Yuli dari sayap kiri Persik sebagai serigala yang ekslosif. Gerakannya cepat, tajam dan membuat gawat. Persik menambah gol lewat kakinya setelah menerima sodoran tidak egois dari Edy Sukore di menit 24.

Edy Sukore layak jadi man of the match rasanya. Selalu bergerak mengukur lapangan dan membuat jeri pertahanan lawan. Budi Sudarsono juga bermain ngotot sepeti biasanya. Tapi sayang dia membuang dua kesempatan yang seupil lagi jadi gol. Ya, setipis itu.

Djoko Malis pun langsung gelisah. Dia memasukkan Miro Baldo Bento, seorang penyerang dan mengganti kiper. Ini cukup riskan. Karena makin membuat mental pemain bertahan drop. Sebab Hendra Pandeynuwu, kiper Persmin, adalah salah satu pemain mereka yang bagus.

Baru saja kiper Sukirmanto masuk di babak ke dua, jantungnya nyaris nyopot. Untung sundulan Christian Gonzales melayang di atas mistar gawangnya.

Eugene Gray membuat gol buat Persmin, tapi sayang offside. Protes diajukan tapi tidak berlebihan. Dan gol tetap dianulir.

Persmin mencoba menekan balik. Mereka berusaha keluar dari tekanan ketat Persik. Tapi pertahanan Persik sedang on top form. Aris Indarto menggalangnya dengan sangat apik. Jorge Toledo pun bisa menembus dan mencetak gol lewat tendangan jarak jauh di menit ke 69.

Tapi Edu Sukore mencetak sebuah gol yang luar biasa. Pemain Nigeria ini menggelar aksi cantik di kotak penalti. Dia melewati Wihdi, beks Persmin yang baru masuk di babak kedua, dengan bola lambung melewati kepala. Lalu dia menyambar bola yang melayang turun itu dengan tendangan voli sambil setengah terbang. Magnificent goal.

Persik sepertinya siap mengulang sejarah dengan jadi juara lagi. Mereka sangat layak ke final. Asal bisa mempertahankan permainan taktis dan efektif mereka dengan konsisten.

Lalu semifinal kedua. Antara favorit baru Perskepabpas melawan tim kawakan PSIS.

Dan inilah kemenangan Bonggo Pribadi, pelatih PSIS. Dengan sangat cerdik dia mematahkan gempuran dari Pasuruan itu. Lewat sebuah taktik yang elegan. Dia menunggu pemain tengah Persekabpas yang eksplosif itu dan menjinakkanya di garis pertahanan, lalu menyerang balik dengan cepat.

Zah Rahan dan Siswanto dimatikan di area dimana mereka berbahaya. Akibatnya serangan Persekabpas yang cepat seperti membentur tembok. Lalu tidak adanya gelandang bertahan di barisan Laskar Sakera, membuat Heran Ortiz leluasa berkreasi.

Bek-bek PSIS macam Foffe Camara, Harry Salisbury dan Maman Abdurahman meredam ledakan serangan Persekapbas dengan baik. Lantas mengirimkan serangan balik.

Baru menit ke 12, Emanuel De Porras menjebol gawang Ahmad Nurosadi. Hasil dari sebuah kemelut.

Lantas pertandingan berlangsung dalam tempo tinggi. Persekabpas terus mengirimkan bom tapi dijinakkan lalu lewat satu dua sentuhan saja Ortiz menciptakan serangan balik.

Ini yang gue bilang Persekabpas mudah diserang. Mereka memang sangat cepat dalam menyerang tapi juga mudah terserang. Tidak ada ball holder yang bisa jadi penyeimbang di tengah. Minimal punya mental bertahan. Resikonya pertahanan yang berisi tiga orang bek kerap dengan cepat terkepung karena pemain tengah mereka nyaris naik semua.

Dan Bonggo Pribadi membaca itu dengan baik. Sisa pertandingan pun dihabiskan PSIS dengan bertahan total. Tadinya gue pikir Persekabpas bakal mencuri gol lagi di menit-menit cemas. Tapi I Komang Putra, kiper PSIS, memang tangguh. Saat konsentrasi bek menurun, dia tampil jadi pintu terakhir yang tebal tak tertembus.

Mahesa Jenar pun bertemu Persik di final. Ini bakal seru. Dua-duanya ingin memilik sejarah sebagai salah satu tim yang pernah juara dua kali di Liga Indonesia.

Adu taktik akan berbenturan dengan keras. Persik dikenal produktif barisan depannya dan pernah menggasak PSIS 3-1 di babak grup. Balas dendam pun akan jadi motivasi tajam bagi Mahesa Jenar.

Yang paling seru lagi adalah, gue bakal nonton final! Ya, gue ke Solo hari Minggu.

Dan ada partai penting lain dalam hidup gue hari itu. Umma tes masuk ekstensi. Apa pun yang terjadi sayang, kamu nggak bakal ngecewain aku. Percaya itu.


nb: terima kasih ya, Ma... :D

Tuesday, July 25, 2006

Semifinal

Delapan besar Liga Djarum sudah masuk ke empat gawat.

Maaf kalau pertandingan terakhir grup tidak ada catatannya di sini. Kemaren gue harus ngasih workshop di Jogja.

Tapi hasilnya cukup mengejutkan. Persmin menghentikan Macan Kemayoran yang memang berperforma buruk sepanjang kompetisi. Persmin berhasil menahan seri Persija dan mengumpulkan nilai tiga lantas bertengger di posisi kedua grup.

Meski begitu, Persmin harus melakukan pembenahan. Tiket ke semifinal mereka raih dengan bertanding seri sepanjang pertandingan di grup. Seri 2-2 lawan PSM dan Persikabpas dan terakhir 0-0 dengan Persija. Modal ngotot rasanya tidak cukup. Apalagi Persmin itu juara wilayah timur sebelum datang ke Gresik. Harus ada yang bisa mengembalikan form mereka nanti di semifinal.

Pasukan Manguni Makasiouw membawa beberapa produk lokal Minahasa yang cukup bersinar. Terutama Stanley Katuk, Yongky Rantung dan Stevy Kussoy. Ditambah dengan jendral lapangan tengah Jorge Toledo. Dan ada Djet Donald Laa'ala. Bek yang kalau konsisten sulit sekali ditaklukan. Kiper Hendra Pandeynuwu juga bagus. Di partai terakhir melawan Persija, rasanya man of the match layak dia raih. Tampil berjibaku dan sangat menentukan.

Mungkin tinggal bagaimana menyuplai bola pada Daniel Campos yang menunggu di kotak penalti lawan dan tidak terlalu bergantung pada Jorge Toledo. Menurut gue salah satu kekuatan Persmin adalah pertahanannya. Tapi tidak ada yang menyambungkan antara lapangan tengah dan barisan belakang itu. Bangunan serangan kerap tergagap. Harus ada yang bisa membantu Jorge Toledo di lapangan tengah. Membongkar irama permainan dan memberikan ruang gerak lebih leluasa untuk Jorge mengatur serangan.

Sementara itu angin puting beliung datang dari Pasuruan. Luar biasa. Persikabpas adalah kejutan di liga kali ini. Tidak terlalu diperhitungkan di awal, tapi lolos dengan sangat meyakinkan. Menelan Persija 3-1, memaksa Persmin bermain 2-2 dan terakhir dengan gagah menggoreng sang 'Ikan Merah' PSM dengan skor 5-1. Edan.

Mereka juga menunjukkan grafik yang baik. Kalau di dua pertandingan awal Laskar Sakera tertinggal terlebih dahulu baru membalik keadaan secara dramatis, maka di laga terakhir mereka justru unggul duluan dari PSM. Kelemahan lambat panas seperti dijawab dengan telak oleh Subangkit dan pasukannya.

Siswanto mencetak hattrick di gawang PSM yang bermain tanpa inspirasi karena ternyata sosok kapten Syamsul Chaerudin begitu jadi nyawa. Saat dia tidak ada sulit sekali digantikan.

Salah satu kelebihan Persekabpas adalah materi pemain tengah yang sangat baik. Dan dengan jeli Subangkit menerapkan taktik 3-6-1. AKibatnya yang banyak mencetak gol adalah pemain tengah. Siswanto, Zah Rahan dan Kasan Soleh adalah gelandang yang lapar gol. Didukung oleh Joni Budiarto dan Jordi Kartiko. Serangan jadi sangat variatif.

Hanya saja gue melihat, karena isi lapangan tengah Persekabpas itu attacking midfielder semua, kadang tidak ada yang menahan bola dan mengatur irama permainan. Akibatnya barisan belakang yang hanya dijaga oleh tiga bek bisa dengan mudah digempur.

Tapi gue menjagokan Persekabpas ke final. Bahkan mungkin juara. Asal grafik mereka terus naik seperti ini.

Sementara itu dari Solo sempat ada kabar miris. Pertandingan yang harus digelar Minggu digeser ke hari Senin karena stadion di Batang rusuh. Penonton membludak dan membuat wajah liga kembali cemong. PR yang sepertinya tak juga selesai.

Persik lolos ke semifinal setelah menekuk Arema yang ambisius. Lewat partai ketat. Skor 1-0 buat anak-anak Kediri terjadi di menit-menit akhir pertandingan. Budi Sudarsono dan Christian Gonzales memang duet yang maut.

Sementara PSIS melibas Persiba dengan skor tipis 1-o. Kembali Ortiz jadi pahlawan. Dia mencetak satu-satunya gol. Tapi ini juga menunjukkan fakta, PSIS bergantung penuh pada Ortiz. Kalau dia dikunci PSIS bisa lumpuh.

PSIS sendiri bakal berhadapan dengan Persekabpas. Sementara Persik ditunggu Persmin. Semifinal bakal ditayangkan anteve dan TV7 tanggal 27 Juli. Sementara finalnya, tanggal 30 Juli.


nb: aku boleh nonton final Ma? :)

Wednesday, July 19, 2006

PSM-Persija

Di partai hidup mati, Juku Eja dan Macan Kemayoran bermain 0-0.

Tanpa Syamsul Chaerudin PSM tetap menggigit. Persija sendiri menekan di menit-menit awal. Rahmad Dharmawan sepertinya menginstruksikan para pemainnya untuk selalu melakukan pergerakan.

Terlihat Roger Batoum dan Oscar Aravena yang terus berganti tempat dan kadang agak turun ke tengah menjemput bola sekaligus menarik bek PSM keluar dari garisnya. Ditambah Marwal Iskandar dan Eric Mebenga menjadi starter sekarang. Bahkan Marwal lebih didorong ke depan untuk menambah tekanan.

Taktik ini lumayan berjalan. Oscar Aravena pun sempat mendapatkan peluang sangat bersih tapi tendangannya menyamping tipis sekali. Ini juga diakibatkan baiknya positioning Syamsidar, hingga menutup ruang tembak Aravena.

Sayang konsistensi serangan itu perlahan berhasil dibalik oleh anak-anak Makassar. Edi Musriza yang menggantikan Syamsul bertipe mengontrol bola. Tidak bergerak lincah macam Syamsul. Peran itu pun diambil Ronald Fagundez dengan baik di lapangan tengah. PSM balik menekan dengan turn over yang tajam. Luciano Olier dan Aldo Barreto juga mulai kembali mengancam barisan belakang Persija.

Akibatnya tempo berlangsung cepat.

Dua sayap Persija juga tetap menggedor. Ortizan Saloussa sempat melepaskan tendangan jarak jauh yang melayang ke sisi kiri gawang Syamsidar. Ismed Sofyan juga kerap naik. Keduanya bergerak lebih kreatif tidak Cuma menyisir pinggir lapangan tapi juga kadang menekuk ke tengah daerah pertahanan PSM.

Namun pertahanan PSM yang sebelumnya dikenal rawan masih sanggup dikoordinir Fernando Andrade dengan baik. Iqbal juga terlihat tidak jiper beradu dengan Roger Batoum yang berfisik lebih besar. Begitu pun dengan Lucas Fernandez. Dia mengunci serangan dari sayap kiri Persija.

Bahkan serangan balik mereka menghasilkan sebuah peluang yang gagal dimanfaatkan oleh Ronald Fagundez.

Babak pertama berakhir 0-0.

Babak kedua pun dimulai dengan PSM dengan gebrakan cepat. Hamka Hamzah masih bisa menahan sergapan cepat kombinasi Luciano Olier dan Aldo Barreto.

Lucas Fernandez cedera dan digantikan Rivai Arsad. Serangan pun silih berganti. Pemain PSM kian meningkatkan serangan. Gelandang muda Irsyad Aras juga menunjukkan determinasinya. Membuat Eric Mebenga dan Alex Brown jadi bergelut di lapangan tengah. Sulit untuk naik membantu tekanan serangan.

Sebuah set piece dari Aldo Barreto nyaris jadi gol. Sayang tidak ada pemain PSM yang menyentuh bola yang melintas di depan Hendro Kartiko itu.

Rapatnya pertahanan PSM, membuat tembakan-tembakan jarak jauh dilepaskan Macan Kematoran. Tendangan Eric Mebenga yang biasanya akurat melesat ke atas. Sementara tendangan datar nan keras dari Alex Brown juga hanya menghasilkan tendangan gawang.

Coach Rahmad pun sepertinya menginstruksikan untuk mengambil resiko menyerang habis. Pemain belakang macam Hamka Hamzah, Abanda Herman diminta untuk lebih berani maju. Lalu dia menarik Alex Brown memasukkan Agus Indra Kurniawan, seorang gelandang serang.

Hasilnya PSM berhasil digiring untuk mundur ke wilayah mereka sendiri. Walau begitu serangan balik PSM tetap merepotkan. Luciano Olier, Irsyad Aras, Ronald Fagundez dan Aldo Barreto membuat Marwal harus turun naik.

Cuma gue melihat, tanpa Syamsul, tidak ada yang dengan gagah merebut bola dan mendiktekan irama permainan. Akibatnya posisi menyerang PSM kerap dengan mudah dibalik jadi bertahan oleh anak-anak Persija. Dan Persija sendiri walau pun sudah penuh variasi tidak punya striker yang maut. Oscar Aravena dan Roger Batoum entah kenapa seperti bermain di bawah formnya.

Gue juga mencatat penampilan kedua kiper cukup baik. Keduanya kerap membuat penyelamatan penting. Tapi Syamsidar membuat keputusan yang nyaris fatal. Ketika dia keluar dari sarang menghadang Eric Mebenga. Tapi Mebenga gagal memanfaatkan peluang itu karena gagal mengoper teman lainnya yang berdiri bebas.

Menuju menit pertengahan, tempo turun karena fisik. Tapi konsentrasi pemain belakang PSM masih cukup tajam. Bahkan berani melakukan jebakan off side.

Lewat sebuah serangan balik, Aldo Barreto pun sempat melepaskan tembakan dari luar kotak penalti, tapi Hendro Kartiko masih sanggup menangkapnya.

Coach Rahmad pun memasukkan Francis Wawengkang. Ini berarti memang serang habis-habisan. Eric Mebenga ditarik keluar.

Serangan pun tetap silih berganti meski tempo menurun. Coach Rahmad pun kembali menarik Leonard Tupamahu memasukkan Supaham.

Baru dua detik di lapangan Supaham sudah nyaris menusuk kotak penalti. Hingga harus ditarik oleh Iqbal. Kartu kuning buat Iqbal. Sayang tendangan bebas di luar kotak penalti gagal dimanfaatkan Hamka Hamzah.

Meneer Wullems pun sepertinya ingin menambah darah segar dengan menarik Irsyad Aras dan menyusupkan Akmal. Kalau tadi Supaham melakukan gerakan berbahaya, maka Akmal langsung diganjar kartu kuning karena menjegal keras Ortizan yang mencoba menusuk masuk kotak penalti. Tendangan bebas yang diambil Ismed Sofyan pun berbahaya dan sempat lepas dari tangan Syamsidar dan menghasilkan tendangan pojok. Sayang tendangan pojok itu tidak menghasilkan apa-apa.

Tak lama sesudah itu, wasit meniup sempritan terakhirnya hari ini. Tetap 0-0. Persija tetap jadi juru kunci di klasmen. Sementara PSM Makassar ada di posisi ketiga.

Persija yang tadinya diunggulkan juara, mementahkan semua perhitungan banyak orang. Sekarang malah peluangnya menuju semifinal saja kian sempit. Walau pun menang melawan Persmin nanti, Persija hanya mengoleksi nilai 3. Sementara Persekabpas dan PSM sulit untuk bermain mata. Karena bila Persmin menyikat Persija dan mengoleksi nilai 5, maka Laskar Sakera dan Juku Eja jadi bahaya posisinya. Semua tim pun jadi harus menang di partai akhir grup nanti.

Seru!


nb: seru banget Ma... seru!

Persmin-Persekabpas

Pertandingan yang seru. Sangat seru. Hasilnya imbang 2-2. Adu taktik, semangat dan konsentrasi membumbui pertarungan Laskar Mangunis versus Laskar Sakera ini.

Sejak dari kick off awal, gue melihat Djoko Malis menginstruksikan pemain Persmin untuk menunggu. Kalau pun memegang bola, maka yang dilakukan adalah memegang bola dengan tenang sambil mencari celah.

Persmin sendiri beruntung bisa mencuri gol di menit ke 4. Lewat sebuah set piece tendangan bebas, Eugene Gray kembali mencetak gol. Awalnya sundulan Gray membentur gawang atas. Lalu muntahannya masih bisa dia manfaatkan jadi gol. Gawang Ronny Tri pun bobol.

Subangkit tidak menurunkan Ahmad Nurosadi sepertinya karena banyaknya blunder yang dilakukan kiper itu. Sekarang dia mempercayakan gawang Persekabpas pada Ronny Tri. Persmin sendiri juga mengganti kipernya. Kali ini Sukirmanto digantikan oleh Hendra Pandeynuwu yang bermain gemilang.

Persekabpas sendiri berusaha untuk menekan setelah ketinggalan. Namun taktik zona marking yang dicampur oleh man to man yang dijalankan Persmin sukses. Terutama permainan Djet Donald Laa'ala. Dia jadi raja di kotak penalinya sendiri. Menutup setiap peluang Persikabpas. Etoga juga bermain taktis. Ditambah Hendra Pandeynuwu yang terbang ke sana-kemari menyelamatkan gawangnya.

Sebuah peluang dari Jordie Kartiko disergap oleh Hendra dengan berani. Hasil serangan yang dibangun oleh Siswanto. Persekabpas sendiri terus melakukan variasi serangan. Tapi begitu masuk ke garis permainan Persmin, anak-anak Minahasa langsung menjepit. Zah Rahan selalu ditekan minimal oleh dua orang pemain hingga dia sulit berkreasi.

Persekapbas terus menekan. Namun lewat sebuah serangan balik yang simpel dan taktis, Daniel Campos mencetak gol cantik dari luar kotak penalti. Memanfaatkan celah pertahanan Persekabpas.

Posisi 2-0 pun bertahan hingga babak pertama habis.

Babak kedua, Persekabpas langsung mengurung. Kasan Soleh dari kiri. Siswanto menusuk dari kanan atau kadang dia juga muncul di kiri. Joni Budiarto, Jordie Kartiko dan Zah Rahan menggempur dari tengah. Sementara Alfredo Figuera praktis terkunci.

Tapi Djet Donald terus memblok serangan itu. Dia menggalang pemain-pemain lain untuk terus terjaga dan siap. Djet sendiri merupakan saudara Frely Laa'ala. Bek cemerlang dari Persiba. Hm, Laa'ala bersaudara, mengingatkan gue sama Neville brothers. :)

Djoko Malis menarik Basri Salam dan memasukkan Jalaludin. Bek yang lebih segar. Sementara Subangkit menarik Joni Budiarto dan memasukkan Junaidi. Formasi Persekabpas pun berubah dari 451 menjadi 442. Karena Junaidi adalah striker.

Gempuran pasukan berbaju oranye itu pun makin keras.

Yongky Rantung, bek Persmin sampai harus diganjar kartu karena mengganjal Kasan Soleh. Etoga juga begitu, hingga pada saat melawan Persija di partai terakhir dia tidak bisa bermain.

Persmin masih mencoba serangan balik. Sebuah kesempatan terbuka saat Daniel Campos. Sayang tendangan Campos lemah dan mudah disergap Ronny Tri.

Persekabpas terus menggempur. Sementara Jorge Tolde, play maker Persmin ditarik keluar dan digantikan Akbar Rasyid. Pemain ini berhasil menciptakan lagi serangan balik tapi kembali Campos sulit memanfaatkan peluang.

Sementara itu serangan balik menjanjikan Persekabpas lewat Siswanto masih membentur Djet Donald. Zah Rahan juga diblok oleh Djet Donald. Ketika Rahan berhasil menusuk dari sisi kiri Persmin.

Pemain Persekabpas sempat terlihat seperti frustrasi.

Namun konsentrasi para pemain belakang Persmin pun mencapai batasnya. Saat menit-menit bergulir cepat menuju detik akhir pertandingan.

Terutama ketika Djoko Malis tidak melakukan instruksi baru di tengah situasi kritis itu. Persmin terlalu menunggu di garis pertahanan. Pressing di lapangan tengah mengendur. Akibatnya Persekabpas begitu mudah membombardirkan serangan. Kalau saja bola coba direbut di tengah mungkin hasil 2-0 bisa dipertahankan Persmin.

Di menit-menit mencemaskan, akhirnya Zah Rahan kembali jadi pahlawan. Beberapa saat setelah offical mengangkat papan penunjuk pertambahan waktu. Lewat sebuah screamage dia mencetak gol. Tendangannya menyentuh kaki pemain belakang Persmin yang menumpuk di depan gawang hingga Hendra salah langkah dalam membaca bola.

Lalu dua menit kemudian, lewat sisi kanan Persmin, bek Supriyadi naik menyerang dan mengirimkan umpan crossing yang matang. Ahmad Junaidi yang tak terkawal melakukan sundulan terukur mengecoh Hendra Pandeynuwu. Rubahan strategi yang dilakukan Subangkit pun maksimal.

Stadion Tri Dharma pun pecah oleh kelegaan Sakera Mania. Sosok mirip Jin Tomang yang berdiri dekat atap bench PErsekabpas pun menggeletak lega. Sosok ini adalah seorang laki-laki tambun bertelanjang dada yang mengecat seluruh tubuhnya dengan warna putih. Dia selalu hadir saat Persekabpas berlaga.

Posisi klasmen saat ini menunjukkan Persekabpas sebagai pemimpin grup Gresik dengan nilai 4. Sementara Persmin mengoleksi 2 poin dari hasil 2 kali seri.

Nanti pada saat melawan PSM, Persekapbas pun hanya butuh seri untuk melaju ke semifinal. Sementara Persmin akan berhadapan dengan pertarungan hidup mati dengan Persija.

Persija sendiri sudah akan hidup mati duluan dengan PSM sebentar lagi.

Udah dulu deh. Maghrib nih.


nb: seru nih Ma... nggak kalah sama Piala Dunia... :D

Tuesday, July 18, 2006

Lagi, dari Solo

Goaless match antara Persiba dan Persik.

Pertarungan yang berlangsung keras dan ketat.

Persiba sejak dari awal sepertinya sadar posisinya kurang diunggulkan. Laskar Selicin Minyak yang diasuh Eddy Simon ini dengan sadar memilih label sebagai kuda hitam.

Maka sedari awal taktik yang diterapkan adalah bertahan dengan counter attack. Mereka punya materi untuk itu dipertahanan. Sang kapten Frely Laa'ala tampil bak Cannavaro dalam skala yang lebih kecil. Tapi dia benar-benar sulit dilewati.

Persik sendiri menggempur dengan permainan satu-dua yang berani. Terutama lewat permainan Budi Sudarsono dan Christian Gonzales. Berbahaya sekali duet ini. Beberapa kali gawang Efendy dicocor tipis oleh tembakan luar kotak Gonzales. Sebab tusukan yang mencoba membongkar kotak terganjal oleh Frely.

Persiba sendiri mencoba membalik keadaan dengan memanfaatkan gerakan Lorenzo Cabanas. Yang mencoba menyuplai bola kepada Sebastian Balbi di ujung tombak. Namun pertahanan Persik juga cukup rapat. Tapi gue melihat ini lebih karena koordinasi serangan balik yang kadang terlambat. Membuat benteng Persik selalu punya waktu untuk berbenah.

Persik sendiri mencoba melakukan taktik tarik-ulur untuk memancing keluar garis pertahanan Persiba. Tapi Frely Laa'ala cukup disiplin dan ogah terpancing.

Sebuah gol Budi Sudarsono dianulir wasit karena offside. Hasil muntahan tendangan Danio Fernando.

Babak pertama kepemilikan bola dipegang mutlak oleh Persik. Namun 0-0 masih melotot dari papan skor.

Babak kedua Persik mencoba meneruskan apa yang sudah dilakukan sepanjang babak pertama.

Kalau sudah begini maka situasi bola mati jadi andalan. Christian Gonzales nyaris menjebol gawang Persiba ketika tendangan bebasnya kurang sempurna dijinakkan Efendy. Sayang rapatnya pertahanan Persiba membuat pemain Persik yang lain tidak bebas di kotak penalti untuk menyambar bola muntah itu.

Persik terus menekan, Persiba dengan lentur menahan dan menyerang balik. Hanya saja tidak ada yang membuahkan gol.

Kondisi ini membuat Arema sedikit menarik napas lega. Karena selisih nilai klasmen jadi tidak terlalu menjurang. Namun problem jadi terbuka ketika lawan kedua nanti akan sangat haus kemenangan.

Benturan di Solo lebih keras dan tajam dibanding Gresik sepertinya.


nb: nanti kamu aku jelasin soal lokal ya Ma... :)

Dari Solo

PSIS menjegal Arema.

Arema lebih difavoritkan dalam 8 besar kali ini. Tapi penguasaan lapangan tengah yang lebih baik membuat PSIS unggul.

Tampil tanpa jenderal Putu Gede membuat lapangan tengah Arema dikuasai playmaker PSIS Hernan Ortiz.

Pertandingan sendiri berlangsung sedikit tidak enak karena kondisi lapangan yang buruk dan tidak rata. Banyak sekali umpang datar yang alirannya menjadi keriting dan sulit dikontrol.

Ini membuat permainan Arema yang cenderung memainkan aliran datar jadi sedikit terhambat. Pemain PSIS jauh lebih cerdik dengan memainkan bola setinggi paha dikombinasi dengan satu dua sentuhan.

Pada babak pertama ball possession nyaris rata. PSIS unggul tipis. Hanya saja beberapa kali serangan balik PSIS jauh lebih efektif. Ada satu kesempatan hasil kreasi Ortiz yang terbuang karena Khusnul Yakin kurang tenang.

Serangan Arema sendiri akhirnya mencoba lewat sayap melalui Alexander Pulalo, sayap kiri veteran mereka. Sayang di sayap kanan tidak ada kereta cepat Erol FX Iba yang tidak bisa bermain. Meski gue mencatat permainan Firman Utina tetap memikat. Dia terus bergerak dan berbahaya. Ada lagi Franco Hita, pemain berambut ala Indian ini, juga berusaha menggedor. Cuma kadang gerakannya lebih sering emosional. Hingga sengatannya sering mentah sendiri.

Namun serangan dari sayap itu sulit sekali menembus masuk karena kiper PSIS I Komang Putra bermain dengan awan yang cerah. Dengan berani dia keluar dari sarang dan memetik bola.

Serangan PSIS sendiri sering mentah karena striker-kapten De Porras bermain sangat salon. Gue kurang suka melihat gayanya yang cenderung stylish. Kadang suka mementahkan serangan bersemangat anak-anak Solo.

Babak pertama pun berakhir 0-0.

Di babak kedua, PSIS berusaha memegang bola lebih lama dan mengincar kesempatan. Bonggo Pribadi, pelatih PSIS, mengeluarkan Khusnul Yakin dan memasukkan Imral Usman. Gedoran makin keras. Ortiz juga terus terjaga permainannya. Mengatur serangan dari lapangan tengah.

Sekitar di menit 80, PSIS mendapat freekick di luar kotak penalti Arema. Harri Salisburi yang mengambil dan mengarahkan langsung ke gawang. Kiper Arema, Ahmad Kurniawan maju dan melakukan blunder. Bolanya terlepas dan disambar Ortiz dengan baik. Skor berubah 1-0 buat PSIS.

Benny Dollo mencoba memasukkan striker Marthen Thao dan menarik bek Warsidi. Thao cukup eksplosif dan tajam. Tapi PSIS sudah menumpukkan pemain di garis pertahanan. Sulit ditembus. Sebuah peluang emas berhasil ditangkap sempurna oleh I Komang Putra.

PSIS pun membuka peluangnya untuk ke semifinal. Dan Arema pun jadi berada di pinggir jurang. PSIS akan menghadapi Persik yang penuh perhitungan. Sementara Arema akan ditunggu Persiba yang selalu mengejutkan siapa saja.

Itu dulu. Pertandingan Persiba dan Persik masih belum dipentaskan saat ini ditulis.


nb: boleh berangkat ke semifinal dan final ya Ma... :)

Ayo Sekolah!

Umma sudah lulus D3.

Dari sebelum nikah gue udah janji sama dia kalo dia harus nerusin ke S1. Gue janji sama Mertua gue dan Nyokap-Bokap gue yang menjunjung tinggi pendidikan kalo Umma bakal terus sekolah. Btw, keluarga gue bisa masuk kategori gila pendidikan. Begitu juga keluarga Umma.

Tapi sekarang, melihat kondisi finansial yang kadang suka ngepas [nggak terlalu berat sih, tapi kadang suka mepet :)]. Umma mikir mau kerja dulu.

Gue nggak mau. Memang kalo dia kerja jelas bakal amat sangat melegakan situasi. Kita bahkan bisa mikir buat ngintip beli rumah. Tapi tidak. Kenapa?

Karena Umma udah mau nyerahin segala kesempatan dia yang harusnya masih bisa 'kemana-mana' itu dengan nikah sama gue. Umma itu baru 20 tahun, dibanding nyobain segala hal dalam hidupnya, dia milih nikah sama gue.

Dan gue belum bisa punya apa-apa buat 'ngebayar' itu kecuali dengan ngebiarin dia sekolah setinggi-tingginya. Gue akan usaha apa aja biar dia sekolah. Alasannya lainnya adalah karena gue tau perjuangan apa yang udah diusahain sama orang tua Umma buat pendidikannya. Persis kayak usaha Nyokap-Bokap gue nyekolahin gue.

So, gue bakal ngapain aja asal Umma terus sekolah. :)


nb: ayo sekolah, Ma! :D

Dari Gresik

Delapan besar pertama dibuka dari Tri Dharma Gresik.

Pertandingan pertama Persmin melawan PSM Makasar. Di dalam perhitungan banyak pihak harusnya partai Battle of Sulawesi ini bisa dikuasai Juku Eja. Menang pengalaman terutama. Karena dalam turnamen macam ini faktor mental dan pengalaman bermain kadang pegang peranan besar.

Tapi di dua laga pertama, pengamalan dan mental kawakan harus bertekuk lutut dihadapan semangat juang.

Tapi satu hal yang tidak boleh dilupakan sebenarnya adalah Persmin yang ditukangi oleh Joko Malis adalah pemimpin wilayah timur. Jadi mereka memang bukan tim 'bau kencur'.

Sejak awal pertandingan sendiri, PSM sudah langsung menggempur. Meneer Wullems sepertinya tidak ingin kehilangan momentum. Saat lawan masih belum genap konsentrasinya, gempur habis.

Hasilnya dari sebuah gebrakan lapangan tengah, Ronald Fagundez menusuk sisi kanan pertahanan Persmin dan mengirim umpan kepada Aldo Barreto yang menanduk bola masuk ke gawang Sukirmanto. Sayang Persija dulu 'membuang' Aldo. Sekarang dia lumayan terang bersama Juku Eja. Menit ke 30, posisi berubah jadi 1-0.

Persmin mencoba bangkit. Namun koordinasi lapangan yang coba dimainkan Jorge Toledo, asal Chili, belum bisa menembus pertahanan rapat PSM. Lapangan tengah cenderung bisa diblok oleh sang kapten PSM, Syamsul Chaerudin yang bermain lugas. Saking lugasnya dia diganjar kartu kuning di babak pertama. Sampai peluit paruh babak skor masih 1-0.

Di babak kedua, PSM harus kehilangan salah satu tulang punggung di lapangan tengah. Syamsul Chaerudin dapat kartu kuning dua. Artinya dia harus keluar lapangan. Ini akibat tekanan yang dilakukan oleh Laskar Manguni.

Henk Wullems pun berpikir memperkuat pertahanan dengan memasukkan Edy Musriza. Dijawab Joko Malis dengan memasukkan Miro Baldo Bento untuk menambah daya serang.

Bermain dengan 10 pemain membuat PSM kian tertekan. Tapi Ronald Fagudenz menunjukkan kelasnya. Aksi solonya di menit ke 64 membuat PSM unggul 2-0. Dia mengecoh dua pemain belakang Persmin dan terakhir melewati kiper dengan elegan. Macz Man bersama pendukung fanatik PSM lainnya seperti meledak hatinya.

Tapi Persmin tidak menyerah sampai nada peluit penghabisan. Meski belum juga menunjukkan hasil karena penampilan apik dari Syamsidar, kiper PSM. Menurut gue dia akan jadi kiper masa depan Indonesia. Tinggal mengasah lagi mental krisisnya. Karena di menit ke 84, dia melakukan sedikit blunder ketika menepis tendangan salvo Kono Christian, bek Pesrmin yang naik menyerang. Bola tidak berhasil dijinakkan Syamsidar dan langsung disambar Eugene Gray. Skor 1-2 ini membuat fans Laskar Manguni seperti mendapatkan suntikan darah.

Dua menit kemudian sundulan Daniel Campos mengecoh Syamsidar. Dan Juku Eja pun harus berbagi poin dengan 'saudaranya'.

Kehilangan sang kapten memang berpengaruh besar bagi PSM. Karena mereka membuktikan masih sanggup menyerang pada saat tinggal 10 orang. Namun tidak ada yang menjaga dan mengkoordinir konsentrasi serta semangat di lapangan hingga detik terakhir pertandingan.

Komentar PSM kalau lawan berat mereka adalah Persija sepertinya harus direvisi ulang.

Sekarang giliran duel Oranye di partai kedua. Persija versus Persikabpas. Dua-duanya punya seragam kebangsaan oranye. Tapi meski kali ini harus 'mengalah' memakai seragam kedua yang berwarna putih, Persikabpas justru menunjukkan darah siapa yang lebih berwarna oranye.

Pertandinga sendiri berlangsung cukup cepat dan keras. Baru di babak pertama wasit Syafi'i dari Bandung sudah harus mengumbar 6 kartu kuning. Tapi irama permainan tidak terganggu dan menjurus jadi kasar.

Stadion sendiri dipenuhi oleh Sakeramania, pendukung Persekabpas. Ini membuat seolah Persekabpas serasa main di kandang.

Kedua tim mengadu tehnik, skill dan mental. Rahmad Dharmawan menampilkan komposisi yang agak 'aneh' buat gue. Dia menurunkan Francis Wawengkang, Agus Indra Kurniawan dan Alex Brown. Biasanya yang jadi starter adalah Eric Mebenga dan Marwal Iskandar. Sepertinya Coach Rahmad ingin menyerang. Karena Francis, Alex dan Agus Indra adalah gelandang serang. Sementara Eric dan Marwal adalah breaker perusak irama permainan dengan permainan eksplosif.

Pada awalnya, apa yang diinginkan Rahmad terlihat. Baru dua menit, kiper Ahmad Nurosadi membuat blunder dengan gagal memblok tendangan keras Oscar Aravena yang lantas disambar oleh Roger Batoum.

Tapi tim asuhan Subangkit itu, pelatih yang tidak memiliki nama besar, tidak lantas tenggelam tertinggal oleh gol cepat itu. Persekabpas pun balik menekan. Lewat galangan Zah Rahan dan Siswanto. Dibantu oleh Joni Indarto. Menopang penyerang tunggal Alfredo Figuera.

Persikabpas sendiri memakai taktik penyerang tunggal karena ingin merebut lapangan tengah. Dan berhasil. Lapangan tengah Macan Kemayoran pun perlahan dikuasai. Serangan lewat sayap khas Persija lewat Ortisan dan Ismed Sofyan pun terbaca dan bisa dipatahkan. Pertahanan Persikabpas pun yang digalang Murphy, sang kapten, cukup solid. Namun skor masih bertahan 1-0 sampai babak pertama usai.

Babak kedua tempo tidak turun. Coach Rahmad pun mulai memasukkan Marwal, Eric dan nantinya Atep. Nama terakhir adalah pemain gelandang muda yang menjadi super sub-nya Persija. Gaya bermainnya mobil sekali. Seolah tidak punya posisi dia mengacak-acak lapangan.

Di sepuluh menit babak kedua hasil serangan bertubi Persikabpas membuahkan hasil. Lewat sebuah sepak pojok Zah Rahan mencetak gol yang cukup berkelas internasional. Tendangan first timenya begitu tajam dan terarah. Kiper nasional Hendro Kartiko pun terbang sia-sia.

Masuknya Marwal, sang breaker, sudah tidak bisa mengacaukan irama permainan anak-anak Pasuruan yang sedang di atas angin. Kreasi serangan lapangan tengah mereka begitu kaya. Terutama lewat Siswanto dan Zah Rahan.

Hasilnya menit ke 59, lewat sebuah serangan dari sisi kiri Persija, Zah Rahan melepaskan umpang matang yang disambut oleh tendangan datang setelah melakukan putaran badan yang cantik oleh Alfredo dan kembali menaklukan Hendro Kartiko.

Lalu menit ke 65 giliran Siswanto mencetak gol. Lengkap sudah kekhawatiran Rahmand Dharmawan. Dia sempat mengatakan kalau pemain yang dia anggap berbahaya dari Persikabpas itu Siswanto dan Zah Rahan.

Pada menit ke 72 sempat ada harapan buat Persija. Oscar Aravena melakukan diving dan wasit Syafi'i tertipu. Jelas terlihat dari rekaman ulang kalau sama sekali tidak ada kontak. Salut buat pemain Persekabpas yang tidak protes berlebihan. Salut juga buat penempatan angle kamera yang mengalami kemajuan baik.

Tapi Roger Batoum gagal mengeksekusi karena Ahmad Nurosadi berhasil memblok tendangan itu. Bola 'haram' sih... :)

Ahmad sendiri sepanjang pertandingan banyak melakukan gol. Setidaknya gue mencatat ada dua yang gawat. Untung hanya satu yang jadi gol. Kiper ini mengingatka gue pada David James. Reflek bagus tapi sering melakukan blunder.

Kunci kemenangan Persikabpas adalah semangat juang dan kreasi serangan. Mereka terus menggempur tanpa henti dan kreatif. Hingga sulit sekali Persija mengembangkan permainan. Coach Rahmad harus berhati-hati dengan mudah terbacanya serangan-serangan Persija. Ini kasusnya mirip dengan Klinsman dan pasukan Jerman-nya.

Segitu dulu. Sore ini pertandingan di Solo dimulai.


nb: aku nonton di kantor deh, nggak di rumah... :)

Friday, July 14, 2006

Cerita Tersisa

Ini cerita tersisa dari Piala Dunia.


Soal Zidane. Materazzi sekarang sedang diselidiki FIFA. Karena berdasarkan apa yang Zidane katakan dan beberapa ahli pembaca gerak bibir, Materazzi memaki soal ibu dan adik perempuan Zidane plus soal garis keturunan Zidane. Lebih dari sekali.

Materazzi sedang dimintai hak jawabnya. Walau lewat pers dia menolak melakukan provokasi itu.

Dan Zidane sendiri, saudara-saudara, adalah Hulk. Bila disinggung soal masalah latar belakangnya langsung mengamuk. Anak keturunan imigran Aljazair itu sepertinya sudah lama menekan kesumatnya sejak remaja. Karena konon hidup sebagai keturunan Ajazair di Perancis jauh lebih perih dibanding lahir dengan kulit hitam.

Sepanjang karirnya, Zidane mengoleksi 14 kartu merah. Kebanyakan karena provokasi soal latar belakang tadi. Jumlah itu lebih banyak dari koleksi si ganas Vinnie Jones. Tukang jagal di Liga Inggris yang sekarang jadi bintang film itu. Jones mengoleksi 12 kartu dan kebanyakan karena tackle yang brutal.

Well, Zidane juga manusia... :D

Dan gue sangat menyayangkan mundurnya Klinsmann dari kursi pelatih Jerman. Sayang sekali...


nb: begitu ternyata ceritanya, Ma...

Thursday, July 13, 2006

Generasi Menolak Tua!

Ideologi yang dibawa oleh kawan seruangan gue, Arian, vokalis Seringai.

Hari ini dia menyetel album Guns N Roses paling legendaris Appetite For Destruction. Wow. Salah satu album paling jenius dalam sejarah rock. Dan paling berbahaya.

Keluar pada saat gue masih kelas dua SMP. Gue sangat tergila-gila dengan GNR. Semua klipingan tentang GNR dari majalah gue kumpulin [waktu itu belum ada internet bos]. Sampe gue dibilang 'GNR berjalan'.

Lantas kenapa dia berbahaya? Karena bisa membuat siapa saja lupa umur! Gila. Saat 'Mr Browstone' diputar, gue otomatis langsung bernyanyi dan masih hapal di luar kepala repetan cepat khas Axl Rose di lagu itu. Begitu juga saat 'Paradise City' berkumandang. Dan, di sini bahayanya, mereka masih tetap terdengar seperti band saat ini. Masih tetap segar dan up to date. Sound distorsi gitar Slash, lick-lick Duff Mckagan [gue 'belajar' bass dari orang ini], natifnya permainan drum Steven Adler dan tentu saja disimpulkan dengan sangat flamboyan oleh Axl Rose. Semua itu seperti baru saja ditemukan. Hasil mixingannya pun tanpa tanding. Bandingkan semua itu dengan, let's say, White Stripe, pasti tidak kalah.

Karya jenius yang jauh melompati jamannya. Gila. Benar-benar berbahaya. Karena sanggup membuat gue kembali berpikir pegang gitar malam ini dan bernyanyi. :)

Album ini memang salah satu gadget gue melawan gilasan waktu! :)

Apakah kalian juga menolak tua?


nb: yeah baby, rock n roollll!! :D

Wednesday, July 12, 2006

Another Big Party

Setelah Piala Dunia, sekarang mari kita sambut delapan besar liga Indonesia!


Masih ada sisa yang mengganjal dari Piala Dunia kemarin. Apalagi kalau bukan pertanyaan: "Apa sebenarnya yang dikatakan Materazzi kepada Zidane?"

Sampai detik ini sih, sepanjang yang gue tau belum ada yang jelas. Terakhir ada klaim kalau Materazzi mencaci Zidane 'dirty terrorist'. Tapi Materazzi sendiri menolak keras. Zidane sendiri belum buka mulut. Pers Perancis masih menunggu.

Zidane sendiri mendapatkan Golden Ball atau Pemain Terbaik World Cup, yang merupakan hasil polling. Namanya ada di atas nama Cannavaro [jagoan gue buat Pemain Terbaik] dan Pirlo. Polling sendiri ditutup sebelum Zidane kena kartu merah.

Podolski mendapatkan Best Young Player. Lalu Klose mengoleksi sepatu emasnya dengan lima gol sepanjang turnamen.

Berikutnya adalah Delapan Besar Ligina [Liga Indonesia]. Nantinya akan berlanjut lagi Copa Indonesia [Piala Liga].

Delapan besar sendiri kali ini banyak diisi tim kejutan. Kompetisi berlangsung di dua kota, Solo dan Gresik.

Pertama grup A yang berlaga di Stadion Manahan Solo.

Di sini ada:

Group A
1. Arema Malang
2. Persik Kediri
3. PSIS Semarang
4. Persiba Balikpapan

Arema Malang, Persik Kediri dan PSIS Semarang dalam empat tahun terakhir telah menjadi salah satu poros kuat sepakbola Indonesia. Sementara Persiba Balikpapan, walau baru 2 tahun mencicipi panasnya Divisi Utama, adalah sosok kuda hitam yang bisa melejit. Di tangan pelatih Eddy Simon, Laskar Selicin Minyak tahun ini tampil mengejutkan. Diperkuat Lorenzo Cabanas [eks-Persija], Robbie Gaspar [eks-Persita] dan Sebastian Balbi [eks-Pelita KS], Persiba berani bermain terbuka. Hanya saja, kemungkinan besar mereka tidak bisa tampil full team di Solo. Beberapa pemain Persiba terancam sanksi akibat sepakbola brutal yang mereka peragakan pada laga terakhir di kandang PKT Bontang. Salah satu PR yang harus dikerjakan PSSI dan insan sepakbola.

PSIS sendiri yang pernah menjuarai Liga Indonesia musim 98/99 sempat 'memilih' bermain di Solo yang secara geografis lebih dekat. Ini sama dengan lancarnya kedatangan supporter dari Semarang, Mahesa Jenar [julukan PSIS] juga mengharapkan dukungan dari Pasopati, kelompok supporter Solo. Maklum, sesama Jawa Tengah. PSIS memang agak kental dengan nuansa primordialistiknya.

Oh, ya penentuan Solo-Gresik memang membuat beberapa tim seperti memilih lawan dan tempat pertandingan. BLI [Badan Liga Indonesia] menerapkan sistem: pengelompokan kontestan 8 besar. Juara dan peringkat 3 Wilayah Satu bermain di Solo, bersama runner up dan peringkat 4 Wilayah Dua. Juara dan peringkat 3 Wilayah Dua serta runner up dan peringkat 4 Wilayah Satu bermain di Gresik.

Dari hal di ataslah PSIS mengalah di dua pertandingan terakhir agar bisa bermain di Solo. Kandas 0-2 dari PSMS dan 0-6 dari PSDS. Strategi yang mungkin harus dibayar mahal nanti atau memang malah tepat.

Kalau Persik Kediri lebih berorientasi dalam memilih calon lawan. Berada di pucuk klasemen Wilayah Dua sejak awal kompetisi plus catatan produktiftas gol terbaik [53-24], Macan Putih cukup cerdas untuk bermain taktis mencari calon lawan di Wilayah Satu.
Hasil buruk jika bertemu PSMS Medan, pada babak 8 besar tahun 2005, Persik kandas 1-2 dari PSMS, selanjutnya Persik kembali kandas dengan skor sama pada partai final Piala Emas Bang Yos Desember lalu, membuat Macan Putih rada 'jiper' menghadapi Ayam Kinantan. Tak hanya itu, selain mencoba mengelak dari PSMS, Persik juga terlihat enggan bertemu Arema di babak 8.

Walau memiliki catatan cukup bagus menghadapi Singo Edan, nuansa pertemuan dengan Arema selalu membawa tekanan lebih layaknya sebuah derby sesama tim Jawa Timur. Berdasarkan peta kekuatan di Wilayah Satu, pada saat itu Arema berada di posisi runner up dan PSMS berada di peringkat 4 klasemen, secara realistis, Persik harus menyerahkan posisi juara Wilayah Dua kepada Persmin agar terhindar dari PSMS atau Arema. Caranya, 3 point masing masing diberikan kepada Persibom dan Persmin pada dua laga penutup. Sayang, strategi memilih lawan Persik justru berbalik arah; PSMS akhirnya gagal melangkah ke 8 besar, setelah mengakhiri putaran kedua di posisi 5 klasemen, dan Arema menjuarai klasemen Wilayah Dua.

Bagaimana dengan Arema? Berbeda dengan PSIS dan Persik yang memiliki strategi khusus untuk memasuki babak 8 besar, pemimpin klasemen Wilayah Satu Arema Malang justru tidak punya pilihan. Ketatnya persaingan di Wilayah Satu, menyebabkan Arema harus memenangkan semua pertandingan. Melepas dua laga terakhir hanya membawa Singo Edan berada di posisi 3 klasemen, yang juga mengharuskan mereka berlaga di Solo. Jadi, memang tidak ada pilihan lain.

Sekarang peta kekuatan di Gresik.

Group B
1. Persmin Minahasa
2. Persija Jakarta
3. PSM Makasar
4. Persekabpas Pasuruan

Empat tim ini akan bertarung di Stadion Tri Darma Gresik.

Jika di Solo diwarnai tiga tim asal Jawa, peta kekuatan di Gresik lebih merata; dari ibukota [Persija], Jawa Timur [Persekabpas], Sulawesi Selatan [PSM] dan Sulawesi Timur [Persmin]. Tak heran jika peluang untuk lolos ke babak semifinal terbuka sama lebarnya.

Hanya saja dari sisi non teknis, 'harapan' untuk lolos ke semifinal lebih bertumpu pada Persija dan Persekabpas. Sementara PSM dan Persmin, yang lebih sulit mendatangkan penonton ke Gresik, akan bermain lebih lepas.

PSM sendiri lebih menekankan pada regenerasi tim. Melepas sejumlah pemain bintangnya PSM membentuk tim baru yang bermaterikan pemain muda potensial. Juku Eja nyaris harus melupakan kiprahnya di 8 besar, jika tidak segera melengser kursi Carlos de Mello ke tangan meneer Henk Wullem. Pelatih yang membawa PSM sebagai Juara Liga Indonesia 1999/00 lalu. Setelah melepas sejumlah bintangnya, praktis kekuatan PSM hanya bertumpu Syamsul Chaerudin [salah satu duta Umbro di Indonesia dan pemain tengah favorit gue. gaya mainnya macam Owen Hargreaves] dan Ronald Fagundez. Tak heran jika PSM 'ringan' saja menghadapi laga 8 besar. Hal yang bisa jadi kekuatan Juku Eja nantinya.

Di kubu Persmin, meski menyandang predikat pemimpin klasemen Wilayah Dua, tim yang ditangani Joko Malis telah memberikan kado indah untuk pecinta sepakbola di tanah Minahasa dengan lolos ke babak 8 Besar. Apapun yang terjadi nanti di 8 besar bagi Laskar Manguni yang baru 2 tahun berlaga di Divisi Utama, tidak akan mengurangi indahnya kado tadi. Tapi kejutan kuda hitam di sebuah turnamen kita semua sudah sering lihat dan menjadi cerita klasik. Sebab kolektivitas Persmin adalah nilai lebih mereka.

Seperti Persmin, Persekabpas pun baru 2 tahun berkiprah di Divisi Utama. Tapi beban merek lebih berat. Ini tidak lepas dari jarak Gresik-Pasuruan yang hanya sepelemparan batu. Dukungan Sakera Mania dipastikan akan memadati Stadion Tri Darma Gresik. Hal ini akan membuat Persekabpas layaknya bermain di kandang mereka sendiri, Stadion Bangil. Apakah skuad muda Persekabpas bisa memuaskan harapan tinggi Sakera Mania, pendukungnya? Faktor pengalaman sepertinya bakal menjegal mereka. Kadang mereka suka asal ngotot.

Persija Jakarta menjadi satu satunya tim yang difavoritkan untuk lolos ke semifinal. Berbeda dengan tahun lalu ketika harus puas menjadi finalis di dua ajang sepakbola nasional, Liga dan Copa Indonesia, Persija banyak berbenah. Di tangan Rahmad Dharmawan, pelatih yang membawa Persipura menjadi juara Liga Indonesia 2005, Persija bermain lebih kolektif dibanding ketika masih ditangani Arcan Iurii.

Bukan cuma itu, mental bermain Macan Kemayoran juga telah banyak berubah. Seolah sadar dengan nama besar yang disandangnya, mental Macan kemayoran kian terasah. Ini tidak lepas dari masuknya nama-nama sarat pengalaman, seperti Joao Bosco Cabral [eks-PSPS], Marwal Iskandar dan Erik Mabenga [eks Persipura] atau Oscar Aravena [eks-PSM]. Kolaborasi para pemain 'senior' ini menjadi sebuah kekutan yang menjanjikan, karena pemain pemain muda seperti Hamkah Hamzah atau Agus Indra Kurniawan juga telah bertambah matang.

Segitu dulu deh. Nanti lagi soal 'sejarah' juara Liga Indonesia dan kemungkinan siapa yang ke semifinal.

Oh ya, Delapan Besar bakal disiarkan secara live oleh TV7 dan anteve mulai dari 17-23 Juli. Nanti finalnya kalo gue nggak salah di Solo tanggal 30 Juli.


nb: tuh kan aku nggak cuma tahu yang 'luar' aja Ma... :)

Monday, July 10, 2006

Bravo Italia, Airmata Zidane dan 2008

Drama final yang dahsyat dan Italia juara dunia.

Gila. Penuh momen yang merampas napas. Salah satunya tentu saat Zinadie Yazid Zidane menanduk Marco Matterazi dan menutup karirnya dengan tragis.

Pertandingannya sendiri berlangsung seru. Tujuh menit dari kick off, Zidane sudah mencetak gol lewat titik penalti. Ketika penetrasi Malouda dijegal. Zidane dengan tenang luar biasa mencungkil bola, membentur mistar atas lalu bola memantul melewati garis gawang. Buffon tertipu mentah-mentah.

Penalti itu menunjukkan di menit-menit awal, Italia terlihat tegang dan langsung disergap oleh pressing yang dipimpin oleh Vieira di lapangan tengah. Tapi tetap, serangan-serangan Perancis membentur Cannavaro. Walau pun peran Malouda dan Ribery didorong untuk membantu gedoran Henry. Tetap saja mentok. Henry sendiri mencoba menarik pertahanan Italia dengan muncul dari second line dan selalu bergerak. Namun Cannavaro tidak terpancing.

Babak pertama nyaris dikuasai Perancis. Meski Italia masih sanggup melakukan sengatan-sengatan yang tajam.

Satu fakta yang membuat haru. Totti, tumpuan Italia, sama sekali tidak menunjukkan performanya. Seperti ditelan angin. Mirip dengan Del Piero. Sesuatu yang dianggap akan terang di Piala Dunia, malah redup. Dan Pirlo dengan brilian mengambil semua beban itu. Dia mengatur serangan, turun membantu pertahanan dan mangambil set pieces atau bola-bola mati.

Dari hasil sebuah serangan, di menit 18-an Italia mendapatkan sepak pojok. Pirlo mengambilnya. Sebuah bola lengkung yang luar biasa dilepaskannya. Sangat sulit dibendung karena melengkung tinggi dan menekuk keluar dari gawang Barthez. Vieira mencoba melompat tinggi, tapi Materazzi melompat lebih tinggi karena dia sudah tahu Pirlo akan menendang begitu. Sebuah sundulan sangat keras menembus gawang Barthez. Skor 1-1.

Materazzi juga menunjukkan kalau kejayaan Italia datang dari orang-orang 'underdog'. Materazzi adalah cadangan Nesta. Salah satu bek terbaik Italia. Umur Matterazi juga sudah tidak muda. Sudah 32 tahun. Begitu Nesta cedera, Matterazi masuk dan menyelamatkan Italia. Di Jerman 2006 ini dia jadi bintang Italia.

Berikutnya serangan pun datang silih berganti dengan aliran yang sangat taktis dari kedua pihak. Kalau Perancis datang dari tengah, maka Italia mencoba menyisir dari sisi pinggir lapangan. Tapi Italia berbalik jadi yang lebih menguasai pertandingan.

Hasilnya dua lagi tendangan corner Pirlo yang nyaris jadi gol. Satu dari Matterazi yang berhasil ditahan Thuram dan Matterazi divonis melakukan pelanggaran. Satu lagi disundul Luca Toni tapi membentur mistar atas.

Tendangan sudut Pirlo ini memang kerja seorang master. Mirip dengan tendangan pojok Beckham. Bedanya kalau Beckham menekuk ke dalam gawang, Pirlo menekuk keluar. Tendangan Beckham cenderunh butuh sentuhan tepat dari untuk membuat bola berbelok ke dalam gawang dan mengecong kiper. Karena lengkungan ke dalamnya begitu tajam. Tak jarang seperti ingin mencetak gol langsung dari sepak pojok.

Tapi menurut gue, tendangan Pirlo sedikit lebih berbahaya. Karena tendangan Beckham cenderung membuat pemain bertahan tetap waspada, karena arah bola memang berbahaya. Sementara tendangan Pirlo membuat pemain bertahan lawan sedikit lengah karena seperti mengarah keluar gawang. Padahal bola Pirlo itu mencari kepala strikernya. Dan sundulan atau sentuhan bola yang melengkung keluar begitu sangatlah keras dan tajam.

Sementara Zidane tetap menawan. Dia sama sekali sulit ditekan. Dia terus menari-nari. Menunjukkan skillnya dengan sangat berani dan indah.

Sampai babak pertama berakhir kedudukan tetap 1-1.

Di babak kedua, Perancis meningkatkan tekanan. Praktis Italia sulit berkembang. Permainan dikuasai Perancis. Henry berhasil melepaskan tembakan melewati Cannavaro, tapi Buffon masih sanggup membloknya dengan baik.

Serangan terus mengalir dari kaki Ribery, Zidane, Malouda dan Sagnol. Sementara sengatan balik Italia ditahan oleh Thuram yang juga cemerlang di barisan pertahanan Perancis.

Serangan Perancis memang terus menusuk. Tapi tetap tidak ada yang benar-benar bisa melewati Cannavaro dengan sempurna.

Vieira tiba-tiba cedera hamstring. Wah. Rugi besar nih Perancis. Tapi gantinya Diarra ternyata menunjukkan proyeksi kalau dia memang pengganti Vieira di masa depan. Gaya bermainnya mirip dan sama bagusnya.

Zidane pun nyaris mencetak gol dengan sundulan khasnya. Tapi sundulan itu malah menunjukkan kalau Buffon memang kiper terbaik dunia. Nantinya dia akan menerima Lev Yashin Award. Penghargaan sebagai kiper terbaik sepanjang World Cup.

Lantas kejadian dramatis itu pun terjadi. Sepuluh menit menjelang babak kedua berakhir. Ketika tiba-tiba Buffon berteriak-teriak dan Materazzi tergeletak. Ada apa ini?

Lewat sebuah tayangan, nampak kejadian yang nyaris tidak mungkin terjadi. Zidane menanduk dada Materazzi. Setelah sepertinya mereka berdua terlibat percakapan. Entah apa yang dikatakan Materazzi. Sampai sekarang belum ada datanya. Tapi Zidane diganjar kartu merah. Tragis sekali.

Zidane menutup karirnya yang nyaris sempurna oleh sebuah kekonyolan yang tidak perlu. Apa pun yang dikatakan Materazzi, Zidane tidak pantas melakukan itu.

Tapi gue mencoba bersimpati dengan Zidane. Untuk sekelas dia, pastilah ada kata-kata yang dikatakan Materazzi yang benar-benar kelewatan. Karena Zidane bukan anak kemaren sore. Dia sudah pernah jadi Raja Dunia dam Raja Eropa. Menjadi Pemain Terbaik Dunia. Pastilah dia sudah terbiasa dengan berbagai macam provokasi.

Namun sekali lagi, Zidane sangat disayangkan sekali lepas kontrol emosinya.

Mungkin FIFA harus memikirkan ini. Bagaimana mengontrol provokasi yang terjadi di lapangan. Ini adalah salah satu crack dari sepakbola. Meski buat gue, trash talk itu biasa dilakukan. Baseball pun cukup dikenal dengan trash talk-nya. Tapi kalau diving bisa berhasil diminimalisir, maka FIFA mesti mengantisipasi masalah provokasi. Atau kita melihat 'Tragedi Zidane' lagi nanti.

Pertandingan pun berlanjut ke adu penalti. Semua pemain berhasil memalukannya dengan baik. Buffon dan Barthez dikadali. Tapi Trezeguet tidak beruntung nasibnya. Tendangannya membentur mistar atas Buffon yang sudah salah langkah. Kalau di eropa 2000 Trezeguet jadi penentu kemenangan Perancis atas Italia, sekarang dia jadi faktor kesialan Perancis.

Tapi mental pemain Italia luar biasa. Bayang kegagalan adu penalti di final USA 1994 seperti tidak menimbulkan tekanan apa-apa.

Sepertinya Italia memang ditakdirkan harus bangkit dari keterpurukan. Dulu waktu juara 1982 juga begitu. Ada kasus suap. Lalu lolos ke babak 16 besar dengan tidak meyakinkan dan mengangkat trofi di akhir turnamen.

Pemain yang menjadi penentu juga rata-rata bukan yang diperkirakan bakal bersinar. Setelah Materazzi, ada Grosso. Dia menjadi penendang penalti terakhir dan mengeksekusi dengan tenang.

Grosso juga beberapa kali jadi penentu kemenangan Italia. Yang paling diingat adalah saat membobol gawang Jerman di menit-menit akhir perpanjangan waktu. Gol yang membuat Italia bangkit.

Pertandingan perebutan juara ketiga berlangsung cukup seru juga. Meski Jerman benar-benar menguasai permainan. Schweinsteiger jadi bintang dengan mencetak 2 1/2 gol untuk kemenangan 3-1 Jerman. Kenapa dua setengah? Gol satunya lagi bunuh diri Petit ketika menghalau tendangan bebas Schweinsteiger.

Schweinsteiger sendir mencetak gol dari titik yang sama. Sisi kanan pertahanan Portugal. Sementara Portugal bermain dengan sedikit kendur motivasinya. Scolari sendiri mencoba eksperimen dengan memasukkan Figo di babak kedua. Sayangnya babak pertama tidak ada gol yang bisa pasukannya bisa curi.

Jerman menang dengan gagah. Klinsmann harus dipertahankan Jerman. Berbagai eksperimennya terbukti berhasil. Mulai dari melatih lompat hip hop untuk kebugaran sampai latihan panahan. Dia berhasil membentuk Jerman yang cepat, menggempur dan impresif.

Klinsmann juga berhasil membuat gue lebih dewasa dan mengikis sedikit kebencian abadi gue terhadap Jerman. Danke!

Bravo Italia. Semoga Zidane bisa berbesar hati menerima semuanya. Minimal Umma mendoakan begitu. :)

Btw, teori temen gue terbukti. Sejak 1994, tim yang mengalahkan negara yang nantinya jadi juara ke tiga akan jadi juara dunia.

Sekarang dua tahun lagi menuju 2008. Di Swiss-Austria. Pasukan-pasukan muda Eropa sekarang akan menjadi lebih matang nantinya. Semoga Belanda jadi juara. Amin. Gue akan tetap setia menunggu.

Piala Dunia 2010 akan berlangsung di Afrika Selatan. Akankah Afrika juara di benua sendiri? Atau Brasil akan membuktikan kalau di luar benua Amerika dan Eropa mereka yang berjaya. Seperti ketika Korea-Jepang 2002.


nb: selesai deh begadangnya ya Ma... :)

Thursday, July 06, 2006

Le Blues

Perancis mengharu biru pendukungnya di Allianz Arena.

Pertandingan yang sangat ketat dan penuh emosi.

Untung tidak mengarah jadi brutal seperti semifinal Euro 2000. Ketika Nuno Gomez, Abel Xavier dan Paolo Bento dari Portugal mengeroyok wasit dan kena hukuman suspensi hampir selama dua tahun.

Tapi ketegangan justru meruak dari kursi bench masing-masing. Scolari dan Domenech terlihat beberapa kali tidak terima dengan keputusan wasit dan akting diving yang kadang dipraktekan para pemain.

Namun pertandingan secara keseluruhan cukup bersih. Jorge Larrionda, wasit dari Urugay memimpin dengan lumayan. Sepertinya memang ada instruksi langsung dari FIFA untuk tidak terlalu mudah memberikan kartu atau keputusan yang bisa merusak permainan.

Perancis dan Portugal memulai kick-off dengan pacing tinggi. Belum sempat Thuram menemukan irama pertahanan Deco sudah terlepas dan membuat gara-gara. Untung Barthez bisa menepis tendangan dari luar kotak penalti itu.

Sementara Malouda sendiri nyaris membuat gol tercepat dalam turnamen. Di detik ke 40 kalau tendangannya tidak melesat ke atas mistar, gol bisa tercipta buat Le Blues. Miguel juga belum sempat menemukan track-nya pada saat itu untuk menyetel garis pertahanan Portugal.

Pemain Perancis menunjukkan performa dengan ketenangan yang sangat tinggi. Lihat saja bagaimana mereka mengambil bola dari kaki pemain Portugal. Bukan dengan menekel, tapi benar-benar mengambil langsung. Vieira, Zidane, Makalele melakukannya dengan saputan jam terbang yang tinggi.

Sementara Willy Sagnol, Ribery dan Malouda melakukan tusukan dari sayap dan lapangan tengah. Sagnol gue catat banyak melakukan penetrasi yang memanfaatkan lebar lapangan tapi tidak melupakan pertahanan.

Portugal sendiri juga melakukan tekanan. Deco memang dibutuhkan di tengah. Visinya begitu jeli. Banyak satu dua sentuhan dia yang menciptakan kesempatan. Hanya saja pertahanan Perancis di bawah pimpinan Thuram berhasil membendung serangan untuk tidak masuk ke kotak penalti. Tendangan-tendangan jarak jauh pun dilepaskan Maniche. Dan tidak buruk. Rata-rata meleset tipis dari gawang Barthez.

Namun Perancis bermain sangat efektif. Gue akhirnya menemukan kunci permainan Perancis. Ada pada ketenangan mereka mengatur irama permainan sendiri. Kapan cepat, kapan harus tenang-mengancam. Dan dirigennya adalah the amazing Zidane.

Pengaturan seperti ini juga cocok buat stamina para 'calon pensiunan' yang ada di tim Perancis. Ini juga membuat serangan Perancis jadi penuh variasi dan penuh kejutan.

Kadang bisa dimulai dari Vieira dan Zidane yang cenderung mengintai atau tahu-tahu Malouda dan Ribery berlari cepat menusuk pertahanan Portugal.

Yang gue agak heran adalah tidak adanya pressing terhadap Zidane di lapangan tengah. Sekali lagi Zidane seperti dibiarkan berkreasi. Atau memang Zidane sulit dipress? Memang kadang ada tiga pemain Portugal mengurung Zidane saat dia memegang bola. Tapi gerakan tanpa bola Zidane yang sama berbahayanya kerap tidak dijaga.

Akibatnya lewat sebuah gebrakan yang rapih, Henry masuk kotak penalti dan dijatuhkan Cavalho. Scolari menuduh itu diving. Kalau melihat rekaman ulang, Cavalho memang melakukan tekel ringan. Tapi ringan atau tidak, di kotak penalti pelanggaran berbuah hukuman tendangan 12 pas.

Di menit 33, Zidane mengulang sejarang enam tahun lalu. Ketika dia menendang penalti yang membawa Perancis ke final Piala Eropa.

Ricardo membaca arah tendangan dengan baik. Tapi tendangan Zidane jauh lebih baik. Dengan ketengangan luar biasa, sang profesor melesatkan bola jauh ke sisi kanan Ricardo dan masuk.

Sehabis itu Portugal meningkatkan serangan. Tapi Perancis tidak menurunkan irama permainan mereka.

Babak ke dua Scolari jelas menginstruksikan serang habis. Tapi Domenech mengantisipasinya dengan baik.

Lapangan tengah dia lepaskan, tapi menggalang pertahanan dengan taktik yang jitu. Pemain Perancis menghambat sisi sayap dengan ketat hingga serangan sayap Portugal mau tidak mau bergeser ke tengah. Dan di sana pemain Perancis bertumpuk rapat. pemain belakang dan pemain tengah membuat tembok yang tebal.

Gue perhatikan sistem pertahanan Perancis itu berbentuk diamond terbalik. Lapisan kedua pertahanan selalu lebih banyak jumlahnya dibanding lapis pertama. Kalau tidak 2-1 biasanya 3-2 atau 4-2. Ini membuat lawan sangat sulit untuk menembus dengan umpan satu dua di kotak penalti. Untuk melakukan tendangan dari luar kotak pun juga tidak mudah. Karena sulit mencari celah.

Sebuah kesempatan sangat krusial didapat Portugal ketika Brathez melakukan blunder. Tendangan bebas Ronaldo yang tajam ditangkap dengan tidak sempurna. Hanya saja sundulan Figo menyisir tipis mistar atas Barthez.

Babak kedua praktis Perancis bertahan. Hanya sekali saja ada kesempatan emas dari gebrakan Henry yang berhasil dibelokkan Ricardo jadi tendangan sudut.

Namun pemain Portugal tidak juga bisa mengacaukan pertahanan Perancis dengan tenang. Sampai peluit akhir ditiup dan apa yang selalu diwiridkan Domenech bahwa Perancis akan berlaga di tanggal 9 Juli [partai final] pun jadi nyata.

Gue melihat sepertinya stamina perlahan menyeruak juga jadi problem di kubu Les Blues. Tidak bisa dipungkiri, bermain di partai hidup mati sejak perdelapan final, tentu menguras stamina, konsentrasi dan mental.

Bagaimana Domenech mengakali ini di final saat menghadapi Italia yang notabene jauh lebih muda susunan skuadnya? Apakah faktor semangat dan motivasi yang dia suntikkan sebagai booster tambahan?

Mungkin iya. Cuma tinggal itu saja yang bisa dilakukan Domenech. Kecuali dia punya kejutan atau berani memainkan kejutan dengan merubah formasi line up. Misalkan mencadangkan Zidane dan memasukkannya di babak kedua. :)

Atau, ini serius, memainkan duet dua striker Trezeguet-Henry untuk membongkar lebih keras gerendel Italia. Ditambah lagi fakta kalau Trezeguet itu main hampir tiap hari dengan Canavaro di Juventus. Resikonya Domenech mengorbankan winning team. Tapi gue rasa yang pertama kali dilihat adalah prioritas taktik dan lawan.

Sepertinya Italia juga akan menghadapi Perancis dengan taktik menguatkan lapangan tengah. Dan tidak membiarkan Zidane bermain dengan tenang.

Domenech sendiri harus memikirkan bagaimana menembus amazing defending dari Canavaro. Seorang Henry saja rasanya tidak cukup. Canavaro harus bisa dibikin repot. Mungkin Ribery akan diuji apakah dia jauh lebih baik dibanding pemain sayap dunia lainnya yang tidak berhasil menembus Canavaro selama turnamen ini.

Tebakan gue, akan terjadi perpanjangan waktu. Karena keduanya punya sistem pertahanan yang baik sekali. Dan keduanya juga memainkan serangan dengan efektif. Bukan serangan menggempur dan mendudu.

Seperti yang gue tulis sebelumnya bisa jadi permainan akan muncul dalam tempo sedang tapi ketat dan liat. Penuh kecerdikan taktik dan ketenangan.


nb: piala dunia selesai, bukan berarti nuansa bola hilang, sayang... :)

Wednesday, July 05, 2006

Italia, Italia

Ibarat film-film neo-realisnya, Italia menyajikan drama mendebarkan di Piala Dunia.

Bermain tidak begitu impresif dari penyisihan grup, Italia ternyata menembus ke final. Menghentikan panser-turbo Jerman yang menunjukkan grafik luar biasa sepanjang turnamen.

Signal Iduna Park pun menangis. Antara kecewa dan bahagia. Hampir 90 persen penonton kecewa dan sisanya pendukung Azzuri Italia yang seperti meledak hatinya karena gembira.

Tapi pertandingan itu sendiri memang luar biasa. Kedua tim terus menerus menyerang. Tapi Italia menunjukkan stamina dan konsentrasi yang lebih stabil. Jerman hanya lengah di dua menit terakhir menjelang adu penalti. Dan fatal. Dua gol dalam jeda waktu hampir 1 menit dicetak Grosso dan Del Piero.

Marcello Lippi adalah pelatih yang luar biasa. Entah bagaimana caranya dia bisa memompa motivasi pemain Italia untuk menanjak naik grafiknya. Di tengah kontroversi kecurangan yang terjadi di Liga Italia. Skandal memalukan dalam sejarah sepakbola. Ketika ternyata sepuluh tahun terakhir Liga Italia diwarnai intrik suap, pengaturan skor dan sebagainya.

Perjalanan Italia sendiri sebenarnya menunjukkan grafik yang tidak terlalu buruk. Tapi memang untuk kaliber Italia, juga tidak impresif. Menang 2-0 dari Ghana, ditahan 1-1 oleh USA dalam sebuah pertandingan yang cukup kasar, meredam Ceska 2-0 dan secara kontroversial memulangkan Australia dengan skor 1-0. Lantas dengan gagah menelan Ukraina 3-0.

Italia kembali menunjukkan kalau mereka memang pertahanan terbaik dunia. Sepanjang pertandingan sampai ke semifinal, mereka cuma kebobolan satu gol. Dan itu pun gol bunuh diri Zaccardo.

Kalau boleh memilih defender terbaik dunia, gue dengan pasti akan memilih Fabio Cannavaro. Gila. Dia benar-benar sangat sulit dilewati. Membuat frustrasi penyerang-penyerang lawan.

Kembali ke pertandingan melawan Jerman. Sejak kick-off, Italia menunjukkan kalau mereka tahu bagaimana menghentikan Jerman. Tepatnya Lippi benar-benar mengerjakan Pr-nya.

Melihat bagaimana Argentina menghambat lapangan tengah Jerman, Lippi melakukan hal yang sama. Hanya saja Lippi menginstruksikan untuk mengambil resiko dengan bermain keras. Apa pun yang terjadi, pemain Jerman tidak boleh berkembang lapangan tengahnya. Terlihat tekel-tekel yang keras dilakukan. Meski berbuah pelanggaran dan tendangan bebas, anak-anak Italia melakukan itu sejak menit-menit awal.

Tapi meski keras, tidak ada yang menjurus kasar. Italia menunjukkan kalau mereka memang tahu seni bertahan dan menampilkan apa yang disebut komentator world class tackle. Dan untung Armando Archundia wasit dari Meksiko memimpin dengan jernih. Dia tidak terlalu mudah memberikan kartu kuning. Dan juga tidak tertarik dengan diving-diving yang dilakukan oleh kedua pihak. Totti dan Ballack sempat mencobanya tapi tidak berhasil.

Sentakan keras di tengah membuat pemain Jerman sempat stuck permainannya. Bukan nervous seperti yang disebut oleh komentator. Gue melihatnya murni karena taktik Lippi berhasil mencuri irama permainan tengah Jerman. Dengan permainan gemilang dari Pirlo.

Tidak gue sangka Pirlo bisa setenang itu. Beberapa kali serangan Italia dibangun dari permainan dan umpan-umpan dia. Ada satu sentuhan one-two Pirlo yang membelah lapangan tengah Jerman dengan brilian, gue suka banget ngeliatnya.

Italia sendiri masih memainkan counter attack yang apik. Tapi kali ini pada saat kehilangan bola mereka tidak menarik diri terlalu dalam ke kotak penalti. Tapi tetap mengisi lapangan tengah. Akibatnya serangan Jerman pun kerap berputar-putar di luar kotak penalti.

Klinsmann sendiri terus memerintahkan pemainnya untuk menekan dan membongkar. Hanya saja kelas permainan Cannavaro memang luar biasa. Philipp Lahm yang juga bermain cemerlang saja selalu terhenti tusukannya. Belum lagi Buffon yang luar biasa. Dua tendangan Podolski yang harusnya sempurna jadi gol ditepis dengan dahsyat.

Satu kesempatan Podolski itu adalah satu-satunya kelengahan Cannavaro yang gue catat. Dia terlambat turun karena ikut naik membantu serangan. Kelengahan ini juga diakibatkan stamina. Wajar. Karena pertandingan menembus perpanjangan waktu dan berlangsung sangat ketat. Tapi ternyata masih ada Buffon di depan mistar Italia.

Klinsmann sendiri memang mengharapkan itu. Dia yakin sekali bila digempur terus menerus pasti akan tembus juga. Namun Lippi sudah menduga itu. Dan para pemain Italia sudah tahu akan menghadapi itu. Mental mereka siap.

Italia seperti menemukan menu makanan yang mereka cari. Tidak seperti Australia, atau Hiddink tepatnya, yang menyodorkan sajian yang lain.

Klinsmann memang ingin menunjukkan Jerman yang baru. Hanya saja mungkin permainan Jerman jadi mudah terbaca. Bagus memang. Dahsyat dan impresif. Tapi terbaca. Terutama oleh pelatih sekelas Lippi.

Seperti menyaksikan gairah anak muda yang diredam pengalaman sang senior.

Termasuk saat memasukkan Odonkor dan Neuville. Itu juga sepertinya sudah ditunggu oleh Lippi.

Namun gempuran Italia sendiri sebelum terjadi gol di menit-menit akhir itu juga sebenarnya berhasil ditahan oleh pertahanan Jerman yang kali ini lumayan sukses melakukan jebakan off-side.

Begitu juga Lehmann yang bermain di dalam performnya. Meski tiang gawang juga ikut membantu pertahanan Jerman. Tendangan Gillardino dan Zambrotta sempat dimentahkan mistar.

Jerman sendiri sempat menunjukkan bagaimana bila ingin mengimbangi dan mengancam Italia. Curi bola saat mereka sedang melakukan counter attack. Pada saat itulah gerendel sedikit melonggar. Terbukti dengan dua kesempatan Podolski tadi dan sebuah tendangan jarak jauh Schneider yang meleset tipis di atas tiang gawang Buffon.

Artinya kedua tim memang sudah melakukan serangan dan mendapatkan kesempatannya. Hanya saja yang paling mendekati hasil adalah Italia.

Gue sempet berpikir ini pertandingan yang juga layak masuk adu penalti. Dan dua pihak punya kiper yang kalibernya luar biasa. Pasti tegang sekali.

Hanya saja di menit ke 118, Italia menyerang dan mendapatkan tendangan sudut. Gue melihat di menit-menit akhir itu malah Jerman yang terlihat ingin menuju adu penalti. Dari tendangan sudut itulah Pirlo mengirim umpan terukur pada Grosso yang melepaskan bola lengkung yang menaklukan Lehmann. Dari sudut yang cukup sempit karena ada sekitar empat pemain Jerman di kotak penalti.

Satu menit kemudian Del Piero membayar penampilan buruknya selama Piala Dunia dengan sebuah gol. Hasil sebuah serangan balik. Tapi buat gue ini masih belum menunjukkan kelas sebenarnya dari Del Piero. Karena pada saat itu pemain Jerman memang sudah tidak ada yang berpikir bertahan. Gol itu ibarat seperti 'bonus' tambahan.

Yang gue catat adalah keberanian dan kebesaran hati Lippi masih mau memberikan kepercayaan pada Del Piero. Selain dia juga membutuhkan Del Piero kalau terjadi adu penalti. Del Piero juga dikenal jago di situasi bola mati.

Kemenangan ini gue percaya sekali akan menjadi titik balik sepakbola Italia ke depannya. Setelah dicoreng oleh skandal dan image tim yang bermain negatif. Karena Italia membuktikan tanpa kontroversi apa pun mereka sanggup mengalahkan tim sebaik Jerman. Mereka bisa menang dengan 'bersih'.

Luar biasa. Late, late drama from Italia. Kisah orang-orang yang tidak terlalu diperhitungkan tapi memincut hati khas film-film drama Italia. Lippi berhasil menggabung gerendel dengan sepakbola modern dengan bagus.

Italia tidak lagi bermain negatif dan menang. Tapi menunjukkan pertahanan kelas wahid dan serangan yang super efektif.

Dan gue sudah menetapkan pemain favorit gue kali ini adalah Canavaro. Paling konsisten permainannya. Dan sangat signifikan.

Piala Dunia kali ini juga bisa disebut late bloomer World Cup. Piala Dunia untuk tim-tima yang menemukan momentum di akhir-akhir turnamen. Satu tim lagi kita tahu siapa: Perancis.

Perjalanan Perancis sendiri lebih tidak meyakinkan dibanding Italia. Ditahan seri 0-0 oleh Swiss. Lalu 1-1 lawan Korea. Lantas baru menemukan anginnya saat menelan Togo 3-0. Berikutnya Spanyol yang sedang bagus ditekuk 3-1. Dan terakhir membuat bandar untung besar dengan menyihir Brasil 1-0.

Kalau Italia-Perancis bertemu di final, ulangan Euro 2000 terjadi. Dimana saat itu Perancis bermain bagus dan Italia bermain negatif di bawah pelatih Dino Zoff. Bagaimana dengan Italia yang sekarang? Bagaimana angin kedua tim Perancis. Siapa yang lebih tenang akan memang di sini. Karena yang terjadi adalah adu taktik. Mungkin pertadingan tidak bertempo cepat, tapi liat.

Kalau bertemu Portugal, Italia akan berhadapan ambisi yang luar biasa. Bisa jadi ini akan dimanfaatkan sebagai keuntungan karena ambisi biasanya malah jadi beban. Atau malah Italia yang ditekan habis-habisan sejak menit awal.

Kunci buat mematahkan Italia adalah pada tindakan saat Italia melakukan serangan balik. Kalau antisipasinya tepat, permainan Italia bisa tidak berkembang.

Lantas bagaimana Perancis-Portugal? Semifinal Euro 2000 kembali berulang. Sebuah partai panas saat itu yang dimenangkan Perancis lewat gol emas penalti Zidane.

Portugal pasti bernapsu sekali ingin membalas itu. Sementara Perancis sedang mendapatkan kepercayaan dirinya.

Gue mencatat, Scolari adalah pelatih yang penuh emosi. Dia dekat dengan para pemainnya. Terlibat sekali. Seperti Bapak-Anak. Ini yang membuat ambisi pemain Portugal selalu tebal. Mereka menemukan atmosfir tim yang solid dan emosional. Berbeda dengan Inggris yang 'dingin' hubungan antara Sven Goran dengan anak asuhnya.

Sementara Domenech adalah teman bagi pemain-pemain Perancis yang banyak diisi pemain senior. Mereka seperti sahabat-sahabat yang mencoba menciptakan perpisahan yang sempurna untuk karir mereka. Nuansa emosinya lebih tenang dan kalem.

Jadi Perancis dan Portugal punya kepercayaan diri dan motivasi yang cukup baik. Tinggal taktik apa yang akan dimainkan.

Scolari tebakan gue akan mencoba mematikan Ribery dan Zidane. Lalu melepaskan Ronaldo untuk menciptakan lubang di pertahanan Perancis. Deco juga akan diinstruksikan bergerak menarik Vieira dari lapangan tengah. Hingga lapangan tengah Perancis bisa dikuasai. Plus provokasi khas Portugal dengan permainan kerasnya.

Sementara Domenech pasti akan memunculkan taktik baru saat Ribery dan Zidane ditekan. Mungkin gelandang pekerja keras atau ball winner yang akan diinstruksikan melapis keduanya pada saat Perancis tercuri bolanya. Dan sepertinya Malouda yang akan mendapatkan tugas itu. Dan peran Makalele akan lebih dimaksimalkan saat Vieira dipaksa bertahan di tengah.

Seru. Ini pasti bakal seru sekali. Ketat dan liat.


nb: udahlah Ma, Italia memang pantas ke final... bukan karena kita makan pizza sebelum pertandingan... :)

Monday, July 03, 2006

New Junkie

Umma jadi penggemar bola baru.

Sebelumnya dia sudah nonton bola. Sempat sebal dengan Italia dan membela Belanda di tahun 2000.

Tapi sekarang, karena sering ikut nonton bareng [begadang sampe sakit], dia merasakan aura dan nuansa menonton bola. Bergabung dengan para penggila bola lainnya, sepertinya bikin dia mulai menyerap apa yang membuat orang begitu menggilai sepakbola.

Saat Belanda kalah lawan Portugal. Dia teriak kencang wasit curang. Lalu pulang dengan mata berkaca-kaca. Bilang: "Nggak mau nonton bola lagi..."

Setelah melihat sendiri bagaimana Argentina bermain, dia mengecat kukunya jadi biru dan membawa bandana Argentina, bonus dari FourFourtwo edisi 2.

Argentina kalah adu penalti dengan Jerman. Matanya kembali berkaca-kaca. Dan bilang: "Nggak mau nonton bola lagi..."

Lalu dia diam-diam mendukung Inggris. Dan kembali harus patah hari karena adu penalti. Lalu bilang: "Nggak mau nonton bola lagi..."

Diniharinya dia menemani gue nonton Perancis lawan Brasil. Iseng saja dia mendukung Brasil, padahal gue tahu dia suka Thiery Henry. Dan Brasil kalah. Dia pun tersenyum tipis.

Umma, selamat! Kamu sudah jadi pecandu bola. Ciri-cirinya ada di kamu semua. Bilang nggak tapi nagih terus. :D


nb: aku nggak tanggung jawab ya... :)

Semifinal! Kutukan Inggris, Kematangan Lehmann dan Puber Kedua Zidane

Perempat final yang dramatis!

Sebelumnya gue mau komentar buat siapa saja yang merasa bosan dengan blog ini. Cuma ada satu saran aja dari gue: jangan baca. Nggak usah komentar yang bikin nyolot. Ini kamar gue. Gimana rasanya lo ada orang masuk kamar lo, terus maki-maki? Lagian emang seberapa pentingnya sih blog ini buat kehidupan kalian? Kalo emang nggak penting, nggak usah komentar. Titik.

Tapi terima kasih sebanyak-banyaknya buat yang mau datang baik-baik dan mengapresiasi dengan oke. My appreciation for you all.

Dan judul posting sebelumnya memang proudness. Sebab yang gue bicarakan adalah proudness: the quality of being proud. Itu gue paste langsung dari kamus. Kecuali ada yang ngerasa lebih pinter dari kamus. Proudness itu dekat dengan arogansi. Itu yang gue bicarakan. Buat sebagian orang mungkin mereka bisa sombong jadi orang Jakarta karena hal lain. Tapi buat 20.000 Jakmania, mereka bisa sombong jadi orang Jakarta karena Persija.

Oke. Cukup. Sekarang mari kembali ke Piala Dunia.

Perempat final pertama, Jerman vs Argentina.

Damn. Ini seharusnya jadi final. Kualitas dan grafik permainan keduanya luar biasa sepanjang partai-partai sebelumnya.

Sejak kick-off, Argentina tahu apa yang mesti dilakukan. Mereka langsung mengisi lapangan tengah. Menyetop pergerakan Ballack dan Schwensteiger. Dan barisan belakang dengan kerja sangat keras berusaha menghalau crossing-crossing berbahaya. Sorin, Ayala terlihat melompat lebih tinggi dari biasanya. Menyapu bola yang masuk lewat udara ke kotak penalti Argentina.

Riquelme memimpin lapangan tengan Argentina dengan baik. Menyuplai bola dengan pintar. Membuat Argentina menekan Jerman. Teves dan Rodriguez juga membuat tusukan-tusukan yang tajam.

Hasilnya sepanjang babak pertama, Argentina lebih dominan. Sementara Jerman berusaha keluar dari tekanan lewat Philip Lahm. Gila bek kiri satu ini. Mobil sekali.

Skor tetap 0-0 dengan menampilkan pertandingan ketat dan memikat.

Empat menit setelah peluit babak kedua, Robert Ayala membuat fans Argentina menggila. Sundulannya, hasil sepak pojok Riquelme, menaklukkan Lehmann.

Detik berikutnya, permainan Jerman seperti baru dimulai. Mendadak mereka menekan gas sangat kencang. Bola-bola satu dua kombinasi dengan umpan lob membuat lapangan tengah jadi kocar-kacir. Tekanan Argentina pun jadi berantakan.

Klinsmann pun mengganti Schweinsteiger yang buntu dengan Tim Borowksi. Juga memasukkan si cepat Odonkor. Tipe pendobrak yang makin membuat lapangan tengah Argentina terbelah. Terpaksa anak-anak Argentina tertarik mundur ke garis pertahanan mereka.

Menit ke 71, sebuah screamage membuat Abbondanzieri cedera. Dan terpaksa diganti oleh kiper cadangan Franco. Banyak yang bisa melihat Franco terlihat gugup. Dan ini juga jadi semacam pertanda sial buat Argentina.

Bocah-bocah Jerman pun terus bermain menggempur. Pekerman membuat keputusan yang penuh pertaruhan. Dia menarik Riquelme. Memasukkan Cambiasso yang lebih bertahan. Lalu dia juga menarik Crespo dan memasukkan Cruz.

Keluarnya Riquelme membuat lapangan tengah Argentina makin menciut ke dalam. Rodriguez dan Tevez yang berusaha untuk tetap menyerang harus mencari bolanya sendiri. Gue mencatat Tevez luar biasa sekali bermainnya. Dia ada dimana-mana dan tak kenal lelah.

Sayang sekali bocah emas kesayangan publik, Messi, tidak bisa dimainkan. Karena Pekerman sudah menghabiskan jatah pergantian pemainnya.

Namun digempur terus menerus, membuat pertahanan Argentina kendur juga. Apalagi yang menggempur datang dengan kepercayaan diri sangat tinggi. Mata para pemain Jerman seperti sudah yakin mereka akan menang. Mereka bermain luar biasa berani dan pasti. Keyakinan diri yang luar biasa. Terutama Ballack. Auranya sampai menembus layar tivi rasanya.

Menit ke 80, lewat sebuah umpan lambung yang brilian dari Ballack, disundul dengan sangat cerdik oleh Borowski mengarah pada Klose yang menanduk bola sampai menggetarkan jala Franco. Sebuah kombinasi yang luar biasa. Gue melihat Borowski sambil berlari melihat ke arah posisi Klose sebelum Ballack mengumpan. Dan Ballack membaca pergerakan itu dengan sempurna. Ballack sendiri mendapatkan ruangnya setelah Argentina memilih untuk bertahan.

Kudos buat kejelian Klinsmann memasukkan Borowksi dan Odonkor.

Stadion rasanya pecah oleh kelegaan rakyat Jerman. Beckenbaueur yang sejak tadi manyun di kursinya pun langsung tersenyum sangat cerah.

Pekerman membayar pertaruhannya dengan memutuskan bertahan 'terlalu' cepat. Melawan Jerman dengan mentalitas staying power yang klasik itu sangat berbahaya melawannya dengan pilihan bertahan. Mereka perlahan akhirnya akan membongkar masuk juga.

Pertandingan berlanjut ke perpanjangan. Fisik bicara. Jerman dan Argentina masih berusaha semangat bermain tapi stamina mereka perlahan menyurut.

Akhir pertandingan masuk ke drama penebusan adu penalti.

Di sini Jerman adalah rajanya. Sepanjang sejarah rasanya mereka tidak pernah kalah adu penalti di Piala Dunia.

Dan sejarah kembali berulang. Pahlawannya adalah Jans Lehmann. Dengan rasa percaya diri yang luar biasa dia membaca arah tendangan pemain Argentina. Dia menahan Roberto Ayala dan Cambiasso. Dahsyat. Lihat saja reaksinya begitu menepis Cambiasso dan menentukan kemenangan Jerman. Dia hanya mengayunkan jarinya. Tidak ada emosi yang berlebihan. Lehmann juga langsung menuju ruang ganti. Sikap yang dewasa sekali. Matang. Seperti ingin menunjukkan kalau turnamen belum selesai dan baru akan selesai ketika Jerman mencium tropi Piala Dunia.

Berikutnya Italia menekuk Ukraina. Perlahan tapi pasti Italia menunjukkan grafik permainan yang meningkat. Perempat final kemaren itu buktinya.

Menunjukkan pertahanan kelas dunia dan serangan super efektif. Menyerangnya tidak sespartan Ukraina, tapi sangat efektif. Tiap menyerang jadi gol. Apalagi yang dibutuhkan?

Gol Zambrotta di menit ke 6 menunjukkan itu. Sepakan Zambrotta merupakan hasil dari gebrakan yang cepat hingga pertahanan Ukraina belum sempat mengejapkan mata.

Berikutnya Shevchenko dkk mencoba mencungkil pertahanan Cannavaro dan menaklukan Buffon. Tapi keduanya bermain sangat apik. Buffon sampai terbentur tiang kepalanya menyelamatkan sebuah peluang super emas Ukraina. Adegannya mirip penyelamatan Gordon Banks dari sundulan Pele yang super klasik itu. Tapi masih belum cukup spektakuler untuk jadi 'another save of the century'.

Babak kedua juga masih sama. Sebuah serang Ukraina berhasil ditepis Buffon. Italia menyerang balik dan Luca Toni mencetak gol. Serangan balik yang sempurna. Perfect turn over. Diserang, menahan, menyerang balik dan gol.

Sepuluh menit kemudian Luca Toni kembali mencetak gol. Ukraina pun pupus mimpinya menjadi pengejut seperti Korea dan Turki empat tahun lalu. Underdog yang menerobos semifinal.

Berikutnya Inggris lawan Portugal.

Sven pun menurunkan formasi terbaiknya di tengah kondisi Inggris yang krisis. Lima gelandang dengan Hargreaves menjadi jangkar. Sementara di kanan Garry Neville sudah kembali. Lengkap sudah. Di depan Rooney siap menggedor.

Sementara Portugal tetap memainkan Cristiano Ronaldo dan menggantikan posisi Deco dengan menempatkan Tiago.

Babak pertama berlangsung seru. Saling tekan. Inggris menunjukkan permainan terbaiknya sepanjang Piala Dunia ini. Meski Lampard masih juga membuang satu dua kesempatan Inggris. Lampard sepertinya benar-benar off di Piala Dunia ini. Semua charming-nya sudah habis bersama Chelsea di Liga Inggris.

Tiago sendiri juga tidak bisa membuat kreasi yang biasa dilakukan Deco. Sementara Ronaldo terlihat sekali dipaksakan bermain. Hanya saja anak itu terlihat ngotot sekali.

Pertandingan berlangsung sama begitu sampai Rooney terpancing provokasi Portugal [dibanding diving, gue masih lebih 'menghormati' provokasi. masih bisa dibilang taktik yang 'jantan']. Dia menginjak selangkangan Cavalho dan mendorong Ronaldo. Kartu merah langsung. Publik Inggris pasti langsung teringat peristiwa Beckham dan Simione di Perancis 1998. Ketika itu Beckham diusir wasit karena menendang Simione.

Dan kejadian itu beberapa saat setelah Beckham dikeluarkan karena sepertinya cedera. Sebelumnya juga saat melawan Ekuador Beckham muntah-muntah. Tapi gantinya Aaron Lennon bermain luar biasa menyerang. Malah menciptakan sebuah peluang yang menyebabkan Ricardo harus menjatuhkan badannya menyelamatkan gawang. Hanya saja setelah tampilan memikat itu, Rooney kehilangan kontrolnya.

Bermain dengan sepuluh orang Three Lions berusaha tidak menyerah. Portugal sendiri juga aneh. Sudah melawan 10 orang tapi mereka tidak menekan habis. Seperti kelelahan. Tiago ditarik diganti Hugo Viana gelandang serang yang merumput di Newcastle United.

Skor pun tetap 0-0 sampai babak perpanjangan waktu selesai.

Inggris menghadapi mimpi buruk mereka. Kalau Jerman selalu menang dalam adu penalti di Piala Dunia, Inggris belum pernah. Selalu kalah.

Terlihat sekali di wajah-wajah pemain Inggris yang tegang. Saat Lampard maju jadi penendang pertama, gue sudah merasa tidak akan masuk. Benar saja. Dan pada saat Lampard gagal, Gerrard terlihat memegang kepalanya. Gue melihat itu adalah pertanda mental breakdown. Gerrard maju jadi penendang ketiga dan gagal. Begitu juga Carragher. Satu-satunya penendang Inggris yang masuk hanya Owen Hargreaves.

Sementara Portugal gagal di tendangan Vianna dan Petit. Simao dan Postiga menaklukan Robinson. Dan Cristiano Ronaldo jadi penentu. Robinson pun dia tipu mentah-mentah. Portugal pun ke semifinal Piala Dunia.

Pertarungan berikutnya adalah Perancis lawan Brasil.

Gue mencatat Perancis sedang menemukan formnya. Terutama Zidane. Seperti mendapatkan puber keduanya dengan sepakbola. Kembali 'genit' dan menggoda.

Brasil sendiri main penuh beban sekaligus seperti bertemu hantu. Terlihat sekali trauma kekalahan 1998 belum hilang. Meski sama-sama memakai taktik 4-5-1 buat mengimbangi lapangan tengah Perancis, lapangan tengah Brasil melempem.

Yang menarik adalah betapa Zidane dihormati oleh Carlos dan Ronaldo. Zidane tertawa-tertawa dengan mereka sebelum kick off. Nyaris membuat partai ini serasa persahabatan saja.

Sejak babak pertama Perancis bermain tenang dan mengukuhkan pertahanan mereka. Ribbery masih tetap menyobek ke sana kemari. Tapi yang menjadi bintang adalah Zidane. Bukan Brasil yang Jogo Bonito tapi Zidane. Lihat saja flick-flikcnya yang penuh trik dan memikat. Bahkan putaran ajaib khas Zidane pun keluar lagi dengan sangat percaya diri. Komentator berlogat Inggris kental itu sampai bilang: "Nobody in the world can turn the ball like him, not even Ronaldinho... "

Hasilnya Henry mencetak gol dari tendangan bebas Zidane di menit 57. Akhirnya ada juga assist Zidane buat Henry. Setelah sekitar 25 gol lebih dari Henry untuk tim Le Blues tanpa assist Zidane sama sekali.

Perancis bermain sangat enak. Seolah tidak peduli menang kalah. Enjoy sekali.

Sementara Brasil tidak berkembang. Parreira pun sedikit terlambat memasukkan Rubinho dan Adriano untuk menambah daya serang. Ronaldinho pun seperti tertelan magis Zidane.

Ini persis 1998. Ketika Brasil seperti begitu mudah dikalahkan Perancis. Seperti orang yang terkena 'sihir'.

Kuncinya ada di pertahanan super solid di tengah dan belakang Perancis. Plus mental bermain lepas para penyerangnya. Ditambah Domenech yang juga jeli. Pada saat sudah unggul dari Brasil, favorit sejuta umat, dia tidak bertahan. Tiga pemain dia masukkan sebagai pengganti dan tiga-tiga penyerang. Domenech tidak mau timnya kehilangan ritme permainan. Dia hanya mengganti stamina yang sudah lelah saja. Dan ini berhasil terus menjaga performa Perancis sampai menit akhir.

Tapi apakah main tanpa bebas dan nothing to loose itu nanti bisa juga meredam Portugal yang bernapsu mencetak sejarah dengan masuk final untuk pertama kalinya? Ini yang harus dijawab Domenech. Sebab kadang ambisi dibutuhkan untuk jadi pemompa semangat.

Kadang gue lihat para pemain Perancis itu agak kurang ngotot. Mereka benar-benar menunggu kesempatan bagus untuk menciptakan gol.

Bagaimana dengan Jerman-Italia? Jerman sepertinya sulit dihentikan. Tapi bisa jadi gerendel Italia benar-benar sanggup menahan laju panser yang sekarang bermesin turbo itu. Lalu mencuri kemenangan tipis lewat serangan balik yang efektif.

Klinsmann harus pintar menjaga konsentrasi dan kontrol para pemainnya. Karena untuk mengalahkan Italia dibutuhkan kesabaran dan persistensi tinggi. Bukan lagi skill. Mungkin Odonkor yang berdaya gempur tinggi bisa dipikirkan oleh Klinsmann untuk menjadi starter. Atau tetap menjadikannya super sub tapi harus tepat kapan harus memasukkan dia.

Lippi sendiri harus memikirkan siapa striker cepat yang bisa menusuk pertahanan Jerman yang kadang suka longgar. Mungkin Inzaghi yang dikenal licin bisa dilirik sebagai back up Luca Toni yang sedang on fromnya. Dan lupakan Del Piero. Kharisma Totti lebih pas untuk menghadapi Jerman.


nb: santai aja Ma, ini kan Piala Dunia 'serius' pertama kamu... :)