Wednesday, March 21, 2007

Roles

In evertyhing, there is always a role.

Apalagi katanya dunia ini panggung sandiwara. Ah memang begitu kok. Pasti ada peran. Persoalannya kadang kita dipilihkan peran oleh 'kebiasan' yang ada. Semacam 'peradaban' yang sudah menentukan.

Buat gue yang ada hanyalah peran yang alamiah. Bawaan dari ciptaan. Simpelnya peran perempuan itu buat gue: menyusui dan melahirkan. Selesai. Itulah kodrat, buat gue. Di luar itu hanyalah peran bentukan. Kerennya, ada yang nature dan ada yang nurture.

Atau mungkin tulisan di atas cuma buat membenarkan apa yang terjadi sama gue dan Umma aja ya? :)

Begini. Kalau biasanya yang mengurus mobil itu 'suami', maka in my world, Umma yang ngurus itu. Karena dia yang lebih banyak memakai mobil buat kuliah. Sementara gue kebanyakan nongkrong di kantor. Walhasil dia lebih tau soal tetek bengek mobil dibanding gue. Termasuk tau-tau di empat pentil mobil sudah terpasang smart cap. Semacam alat yang bisa mendeteksi tekanan angin di ban. Sementara gue sempat berpikir itu semacam topi keren yang dia beliin buat gue.

Begitu juga pas renovasi mini rumah beberapa waktu lalu. Umma yang berurusan dengan material, beli cat, pintu dan lainnya. Karena dia berangkat kuliahnya sore, sementara gue, pagi udah keluar.

Lantas apa yang gue kerjakan? Masak scramble eggs atau roti hancur kornet-telur buat sarapan. Beli Lock and Lock [ask your woman, they will understand] biar dapur bisa lebih ringkes. Ngidam berat beli kocokan telur otomatis. Ditagihin bikin spagheti lagi. Memperhatikan stock keju cair, botol prego, permessan, dll. I enjoy cooking.

Biar begitu, tetap saja Umma selalu gelisah setiap melihat sepatu bagus, padahal sepatu udah numpuk di rumah. Gue tetap ribut nonton bola dan berhasil memaksa kabel di rumah ada Vision One-nya [full channel sepakbola].

Kenapa? Karena nature and nurture. Sepatu dan sepakbola itu nature dan memasak plus perhatian sama mobil itu nurture. Haha!

They are just role, anyway. And with her, I can be everything.


nb: kocokan itu pasti aku beli nanti!

Monday, March 05, 2007

Moving Out

Gue udah resmi pindah dari Puri Sakti ke Bintaro Regency, minggu kemaren.

Pindah mendadak karena yang punya kontrakan lama agak rese maksa gue kalo mau perpanjang nggak bisa cuma satu bulan. Padahal gue cuma minta waktu aja sampe pertengahan Maret ini, tapi nggak dikasih. But, the good side is, sekarang gue udah pindah ke rumah sendiri. And the experience is... amazing.

Pertama adalah ketika tensi darah dipecut suasana pindahan. Dan diredakan di menit-menit akhir ketika gue dengan cerdasnya mengetahui bahwa di yellow pages-lah terletak alamat pasti perusahaan remover.

Dari hari senin nyari di google dan gagal, gue menelepon satu-persatu perusahaan itu di hari jumat sore. Gue pindahanannya? Sabtu pagi udah harus cabut. Akhirnya gue berhasil merayu sebuah perusahaan remover di Tebet memakai harga borongan, bukan dihitung perkubik barang seperti biasa. Namanya Citra Move. Cukup memuaskankan dan sangat akomodatif. Direkomendasikan.

Sampai sabtu sore, acara pengangkutan selesai ditemanyi mertua gue. Atur-atur sedikit, gue memutuskan buat pergi karena pingin liat workshopnya Hanung di MP Bookpoint. Umma juga bakal jemput di sana habis kuliah. Unpacking? Itu adalah fase hidup tersendiri. Jadi musti pelan-pelan dan sabar melakukannya...

Malamnya kami udah tidur di rumah itu dengan aroma cat menemani. Karena Umma pingin lis-lis kayu plus pintu-pintu rumah di cat dengan warna baru. Kami juga tidur di kasur baru yang sedikit lebih beradab daripada sofa bed yang selama ini 'menyiksa' dan 'disiksa' oleh kami.

Paginya, giliran keluarga gue dateng. Melakukan pengaturan tata letak sedikit. Karena waktu habis buat membongkar pintu kamar mandi yang tidak sengaja terkunci dari dalam. Berbagai rumus dilakukan. Congkel sana-sini. Teori digelar, sampai akhirnya sebuah tendangan kungfu terbukti jadi cara paling efektif. Pintu kamar mandi bakal jadi PR berikutnya buat dibereskan.

Gue dan Umma pun sibuk belanja ini-itu. Menyenangkan sekali. Berdua mengatur dan memilih sesuatu yang memang punya sendiri. Bukan kontrakan. Dari mulai paku beton, cat sampai selang shower. Kami berdua berusaha mencari yang terbaik dan terfektif. Memilah-milah dengan sok detil dan lantas tertawa ketika menemukan fakta cantelan favorit yang tidak perlu dipaku favorit kami ternyata hanya menempel di tembok keramik saja.

Namun rasa kalau sudah benar-benar pindah ke rumah sendiri baru terasa ketika di pagi hari kedua ibu kami menelepon ke telepon rumah [bukan HP] berturut-turut. Yang satu mengecek apakah sudah bangun atau belum. Yang satunya lagi bilang bakal datang membantu unpacking, karena yakin kalau tidak dibantu dua bulan lagi barang-barang itu masih bakal tinggal dalam kardus.

Dan rasanya jadi suami di rumah sendiri? Ketika momen yang gue tunggu seumur hidup ini kejadian. Saat gue mencium pipi Umma mau berangkat kerja dan bilang: "Hati-hati ya di rumah..."

Hmm, it's great to have a home. It is a home, not a house. Because home is not a place, it's in your heart. And at this house, my heart's blooming.


nb: unpacking is a journey Ma... not a destination... :D

Thursday, March 01, 2007

Meet Zidane

Yap. Gue ketemu Zinadine Yazid Zidane.

Tepatnya 24 Februari kemaren di Chiang Mai, Thailand. Di acaranya adidas. Judulnya Impossible Match. Menandingkan tim bersepatu predator vs tim bersepatu tunit. Keduanya produk adidas. Zidane akan bersepatu predator. Yang menjadi teman satu tim dan lawannya adalah bintang-bintang Asia Tenggara. Salah satu yang beruntung jadi teman satu tim Zidane adalah Zaenal Arief, striker Persib.

Sebenarnya suasananya sih tidak terlalu dramatis dan istimewa. Karena semuanya tidak eksklusif. Walau pun gue dapet kesempatan bertanya langsung pada Zidane dalam sebuah press conference yang khusus bersama segelintir wartawan lain. Khusus karena dipilih berdasarkan pertanyaan yang menarik buat Zidane. Dua pertanyaan punya gue yang udah duluan gue submit lewat adidas pun terpilih.

Tidak dramatis karena gue nggak sempat foto bareng. Bahkan minta tanda tangan saja tidak. Acaranya begitu ketat. Tapi bukan berarti tanpa kesan.

Luar biasa malah. Teman-teman kantor meledek gue yang nggak dapet 'apa-apa' ketemu Zidane. Tapi begitu gue bilang: "Lo pernah ngeliat roullette yang terkenal itu dalam jarak kurang dari lima meter?" Semuanya terdiam.

Ya gue menyaksikan langsung salah satu gerakan teranggun yang pernah ada dalam olah raga itu. Menyaksikan betapa indahnya bola itu berputar dan Zidane menari di atasnya. Gracefully. Ini yang tak terbayar.

Apalagi gue juga menyaksikan betapa sang maestro benar-benar dilahirkan Tuhan untuk jadi mesiah sepakbola. Ketika dia bisa membuat versi 'generik' gerakannya itu agar bisa diikuti oleh anak-anak Thai yang beruntung mendapatkan kesempatan berklinik dengannya.

Senyum khasnya pun sederhana. Malah terkesan malu-malu. Walau dunia sudah menyaksikan betapa ada monster yang siap bangkit di balik sana kalau dicolek emosinya. Tapi terlepas bermonster atau tidak auranya memang sangat kharismatik.

Ah, udah dulu ya. Gue mau mengulang lagi rekaman gerakan-gerakan jenius lainnya yang dilakukan Zizou sepanjang pertandingan. Langsung dari garis pinggir lapangan. Dan sekarang gue bisa bilang: gue udah pernah melihat permainan Zinadine Zidane dari sangat dekat.


nb: it's so beautiful Ma... :)