Kalah [Lagi]
Indonesia kalah 2-1 dari Myanmar.
Hmmhhhh.
Menguasai pertandingan. Bermain cepat tapi tidak konsisten. Di menit-menit awal terlihat sekali permainan Garuda cukup rapi. Atep menunjukkan kalo Mr. Withe tidak salah memilih dia. Sisi kanan disusur dengan baik. Hanya saja serangan sayap Indonesia kerap tumpul. Bola-bola crossingnya tidak ada yang mengarah pada ruang strategis Bambang Pamungkas atau Ilham Jayakesuma.
Bambang sendiri buat gue kian salon saja mainnya. Walau pun dia mau turun ke belakang mengambil bola tapi dia tidak mencari posisi di kotak penalti Myanmnar yang rapat.
Myanmar d/h Burma sendiri bermain dengan defensif yang berlapis. Dan bermain dengan gradasi yang jelas. Perlahan tapi pasti serangan mereka menajam. Meski di babak awal dengan mudah penyerang mereka terjebak offside.
Peter Withe dengan berani merubah pola klasik 3-5-2 Indonesia menjadi 4-4-2. Dengan sistem flat di belakang yang mengandalkan perangkap offside. Untuk menjalankan taktik macam ini butuh pemain dengan konsentrasi, stamina dan konsistensi tinggi.
Pola 4-4-2 juga jelas mengandalkan serangan dari flang atau sayap. Boaz dan Atep menjalankannya dengan cukup baik. Malah mereka sempat dengan berani bertukar posisi. Hanya saja, itu tadi, crossingnya terlalu mudah dimentahkan. Serangan berpola begini memang menuntut second line yang bernaluri membunuh. Ponaryo Astaman sebenarnya punya tendangan geledek dan Eka Ramdani cukup lincah. Namun kesempatan mereka tidak juga datang karena Myanmar bertahan penuh lapisan.
Kreatifitas serangan pun jadi pertanyaan di sini. Karena serangan Indonesia mudah sekali terbaca. Akibatnya babak pertama Merahh Putih menekan tanpa hasil.
Di babak kedua, terjadi perubahan signifikan di Myanmar. Untuk menghindari jebakan offside, pelatihnya memasukkan gelandang serang Thu Ra. Terbukti efektif karena Thu Ra menjebol gawang Syamsidar dari tendangan luar kotak penalti. Datang dari lini kedua.
Indonesia bermasalah dengan konsistensi. Empat bek yang bermain cukup solid di sepanjang turnamen tiba-tiba drop. Bayu Sutha seperti kehilangan tajinya di babak kedua. Jebakan offside pun mulai menurun gigitannya. Sempat Syamsidar terpaksa keluar sarang dan menjegal striker Myanmar hingga dia kena kartu kuning.
Maman Abdurahman, pemain terbaik Liga Djarum 2006, tidak bermain sesuai kelasnya. Kerap jadi cadangan dan tidak bersinar sepanjang turnamen. Memang di babak kedua dia masuk dan memberikan sedikit perubahan. Tapi terlambat. Sama terlambatnya dengan gol balasan Zaenal Arif di menit 87. Sebab kita sudah ketinggalan 2-0 lebih dulu. Gol kedua Myanmar terjadi dengan cukup menyedihkan. Para bek hanya melihat saja pergerakan pemain Myanmar menyundul sebuah tendangan sudut.
Harusnya yang diganti itu bukan Ilham Jayakesuma. Tapi Bambang Pamungkas. Pergerakannya kurang membongkar ruang seperti Ilham atau Zaenal. Memang sundulan Bambang masih maut. Terbukti ada satu sundulannya yang membentur tiang gawang. Tapi ini tidak imbang dengan agresifitas tim secara keseluruhan dan tipe lawan seperti Myanmar yang berlipat-lipat pertahannya.
Kalo tehnik pemain, Indonesia tidak kalah sebenarnya. Persoalannya ada di stamina, konsentrasi dan konsistensi. Tidak solid sebagai tim.
Nggak percaya kalo materi dan skill pemain kita itu bagus? Makassar Footbal School membawa tim U15 ke sebuah turnamen Holland Cup di Belanda. MFS jadi runner up kalah adu penalti dari Irlandia. Skor tipis 4-5. Sebelumnya di babak grup MFS menekuk Irlandia 2-0. Untuk menuju final mau tau yang ditekuk MFS? Belanda 5-0, Italia 3-1 dan Jerman 1-0. Kita punya bibit yang luar biasa. Ini baru datang dari tanah Makassar.
Makin sedih rasanya. Kapan menangnya Garuda?
nb: sedih, Ma... :(
Hmmhhhh.
Menguasai pertandingan. Bermain cepat tapi tidak konsisten. Di menit-menit awal terlihat sekali permainan Garuda cukup rapi. Atep menunjukkan kalo Mr. Withe tidak salah memilih dia. Sisi kanan disusur dengan baik. Hanya saja serangan sayap Indonesia kerap tumpul. Bola-bola crossingnya tidak ada yang mengarah pada ruang strategis Bambang Pamungkas atau Ilham Jayakesuma.
Bambang sendiri buat gue kian salon saja mainnya. Walau pun dia mau turun ke belakang mengambil bola tapi dia tidak mencari posisi di kotak penalti Myanmnar yang rapat.
Myanmar d/h Burma sendiri bermain dengan defensif yang berlapis. Dan bermain dengan gradasi yang jelas. Perlahan tapi pasti serangan mereka menajam. Meski di babak awal dengan mudah penyerang mereka terjebak offside.
Peter Withe dengan berani merubah pola klasik 3-5-2 Indonesia menjadi 4-4-2. Dengan sistem flat di belakang yang mengandalkan perangkap offside. Untuk menjalankan taktik macam ini butuh pemain dengan konsentrasi, stamina dan konsistensi tinggi.
Pola 4-4-2 juga jelas mengandalkan serangan dari flang atau sayap. Boaz dan Atep menjalankannya dengan cukup baik. Malah mereka sempat dengan berani bertukar posisi. Hanya saja, itu tadi, crossingnya terlalu mudah dimentahkan. Serangan berpola begini memang menuntut second line yang bernaluri membunuh. Ponaryo Astaman sebenarnya punya tendangan geledek dan Eka Ramdani cukup lincah. Namun kesempatan mereka tidak juga datang karena Myanmar bertahan penuh lapisan.
Kreatifitas serangan pun jadi pertanyaan di sini. Karena serangan Indonesia mudah sekali terbaca. Akibatnya babak pertama Merahh Putih menekan tanpa hasil.
Di babak kedua, terjadi perubahan signifikan di Myanmar. Untuk menghindari jebakan offside, pelatihnya memasukkan gelandang serang Thu Ra. Terbukti efektif karena Thu Ra menjebol gawang Syamsidar dari tendangan luar kotak penalti. Datang dari lini kedua.
Indonesia bermasalah dengan konsistensi. Empat bek yang bermain cukup solid di sepanjang turnamen tiba-tiba drop. Bayu Sutha seperti kehilangan tajinya di babak kedua. Jebakan offside pun mulai menurun gigitannya. Sempat Syamsidar terpaksa keluar sarang dan menjegal striker Myanmar hingga dia kena kartu kuning.
Maman Abdurahman, pemain terbaik Liga Djarum 2006, tidak bermain sesuai kelasnya. Kerap jadi cadangan dan tidak bersinar sepanjang turnamen. Memang di babak kedua dia masuk dan memberikan sedikit perubahan. Tapi terlambat. Sama terlambatnya dengan gol balasan Zaenal Arif di menit 87. Sebab kita sudah ketinggalan 2-0 lebih dulu. Gol kedua Myanmar terjadi dengan cukup menyedihkan. Para bek hanya melihat saja pergerakan pemain Myanmar menyundul sebuah tendangan sudut.
Harusnya yang diganti itu bukan Ilham Jayakesuma. Tapi Bambang Pamungkas. Pergerakannya kurang membongkar ruang seperti Ilham atau Zaenal. Memang sundulan Bambang masih maut. Terbukti ada satu sundulannya yang membentur tiang gawang. Tapi ini tidak imbang dengan agresifitas tim secara keseluruhan dan tipe lawan seperti Myanmar yang berlipat-lipat pertahannya.
Kalo tehnik pemain, Indonesia tidak kalah sebenarnya. Persoalannya ada di stamina, konsentrasi dan konsistensi. Tidak solid sebagai tim.
Nggak percaya kalo materi dan skill pemain kita itu bagus? Makassar Footbal School membawa tim U15 ke sebuah turnamen Holland Cup di Belanda. MFS jadi runner up kalah adu penalti dari Irlandia. Skor tipis 4-5. Sebelumnya di babak grup MFS menekuk Irlandia 2-0. Untuk menuju final mau tau yang ditekuk MFS? Belanda 5-0, Italia 3-1 dan Jerman 1-0. Kita punya bibit yang luar biasa. Ini baru datang dari tanah Makassar.
Makin sedih rasanya. Kapan menangnya Garuda?
nb: sedih, Ma... :(
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home