Kalah
Akhirnya Belanda kalah.
Kita bahas ini dulu.
Sesuai dengan keraguan gue, ini memang bukan waktunya Belanda. Dengan tim muda seperti ini, mental adalah PR yang harusnya dikerjakan Basten.
Tapi Basten sendiri adalah pelatih muda. Untuk ukuran pelatih Van Basten masih 'hijau'.
Dan semalam dia kalah dari salah satu pelatih papan atas yang sudah memenangkan Piala Dunia: Scolari.
Tidak diturunkannya Van Nistelrooy jadi perbincangan banyak orang. Basten punya hitungannya sendiri. Yang dipertanyakan banyak orang termasuk gue nantinya.
Sejak kick-off Belanda seolah menjanjikan sekali dengan sepakan jauh Van Bommel yang mencukur tipis rumput di samping tiang gawang kiper Portugal, Ricardo.
Tapi gue udah langsung ngerasa ada yang nggak beres. Ini bukan permainan cepat. Tapi terburu-buru. Pasukan muda Basten seperti terbebani mental dan bermain penuh beban. Emosional.
Robben, Van Persie, Kuyt, semua punya kesempatan. Tapi Nuno Maniche kembali jadi neraka buat Belanda. Di Semifinal Euro 2004, gol pertamanya yang membuat mental Belanda drop. Kali ini dari sebuah serangan balik, di menit 23 Maniche membuat gol yang brilian. Dihalangi tiga pemain belakang, Maniche bisa melepaskan tendangan yang tak bisa terjangkau Van Der Sar.
Portugal sendiri bermain efektif dengan Deco sebagai bintang. Si belagu Cristiano Ronaldo ditarik keluar di menit 34 karena cedera. Sepertinya parah. Iklan Extra Joss itu menangis di bench.
Pertarungan berlangsung seru dan panas. Saking panasnya Ivanov, wasit Rusia, juga ikut kehilangan konsentrasinya. Memang kedua tim bermain lama-kelamaan menjurus kasar ala tarkam. Figo menyundul Bommel. Sneijdner panas mendorong Deco.
Dan banyak lagi. Tapi ada juga beberapa hal yang khilaf dari wasit.
Meski begitu masih ada yang bikin senyum melihat Van Bronchost dan Deco duduk berdua ngobrol dengan akrab dan seru setelah keduanya kena kartu merah. Kebetulan keduanya memang teman di Barcelona.
Hasil pertandingan ini luar biasa. Empat kartu merah, 16 kartu kuning. Sepertinya peraturan baru FIFA yang berkeinginan permainan jadi semengalir mungkin dengan memperketat ruang buat pelanggaran, harus dikaji ulang. Karena wasit juga jadi cenderung tertekan. Jadi gampang sekali memberikan kartu yang bisa merusak permainan dan bahkan turnamen secara keseluruhan.
Tapi itu FIFA. Belanda sendiri memang belum layak melangkah jauh kali ini. Basten sendiri masih belum berkepala dingin. Kecuali Nistelrooy ternyata cedera, kengototan Basten tidak memasukkan Ruutje adalah ego. Padahal di saat genting, ketika Portugal sudah bermain dengan 9 orang, sosok sekaliber Nistelrooy sangat dibutuhkan. Untuk memecah konsentrasi barisan pertahanan dan menaikkam moral pemain muda Belanda.
Basten tetap bergeming. Dia seperti ingin menunjukkan bahwa pasukan muda pilihan dia adalah yang terbaik. Kekeraskepalaannya pun harus dibayar mahal.
Sudahlah. Gue belum terlalu mood membahas ini lebih jauh. Sekarang mari kita lihat Inggris.
Eriksson muncul dengan formasi yang sangat ajaib. Dia memang memainkan satu striker, Rooney, dan memasang Hargreaves, Lampard plus Gerrard. Tapi dia menjadikan Hargreaves bek kanan dan memasukkan Carrick sebagai jangkar. Ajaib sekali. Eriksson memang menumpuk pemain di tengah dengan second line yang tajam, tapi taktik itu malah tidak jalan.
Karena lima pemain yang ditumpuk itu malah dilewati dengan umpan-umpan panjang langsung ke Rooney. Sementara Rooney bukan yang terbaik untuk mengambil bola-bola lob seperti itu. Ada Crouch yang lebih cocok kalau main main seperti itu. Lihat betapa ajaibnya taktik Eriksson?
Yang membuat kelima gelandang di tengah itu tidak jalan adalah pressing yang dilakukan dengan sangat baik oleh Ekuador.
Hanya saja 'kelas' Ekuador belum untuk perdelapan final. Penyelasaian Delgado dan Tenario belum tenang.
Inggris terus bermain tidak jelas. Dengan Lampard yang masih belum menemukan formnya. Dan Carrick yang seperti tidak bermain. Harusnya Hargreaves ada di sana. Karena Hargreaves adalah seorang ballgetter dan ballwinner yang baik.
Sampai akhirnya Inggris mendapatkan kesempatan tendangan bebas di depan kotak penalti Ekuador di menit 60. And David, bend it like Beckham. Tendangan yang sangat sempurna.
Habis itu permainan kembali membosankan. Dan akhirnya Inggris, sori, Beckham mengalahkan Ekuador.
Inggris dan Portugal akan bertemu di perempat final. Scolari akan bertemu Eriksson lagi seperti Korea-Jepang 2002 saat Scolari memimpin Brasil.
Portugal sendiri akan timpang. Bek Constinha dan Deco yang menjadi sumber inspirasi di lapangan tengah tidak bisa main karena kartu merah. Ronaldo cedera. Tapi Scolari adalah pelatih dengan taktik juara. Gue rasa dia bakal tetap akan membuat Portugal bukan lawan mudah buat Inggris yang masih belum juga ketemu permainan yang nyetel.
Sebelum membahas Jerman-Swedia dan Argentia-Meksiko, gue ingin menyampaikan salut gue terhadap Korea yang tersingkir dengan gagah berani. Melawan Swiss, anak-anak Korea menjadi yang mendominasi. Sayang di tengah sepakbola yang kian kompleks ini, semangat saja sudah tidak cukup. Kecerdasan bermain jadi kunci. Swiss bermain sangat rapi dan tenang. Dua faktor yang membawa Swiss bertemu Ukraina di partai perdelapan final.
Gue juga mencatat Perancis yang mulai bangkit. Menyikat Togo 2-0, Perancis ditunggu Spanyol di perdelapan. Perancis main luar biasa. Mereka harus menang. Atau kembali pulang dengan membawa malu. Main tanpa Zidane, tim Ayam Jantan itu malah bermain impresif dengan Vieira yang mengatur serangan dan menjadi kapten. Vieira jadi bintang. Dia membuat gol dan memberikan assist. Tapi yang gue catat adalah permainan ngotot Frank 'Scarface' Ribbery yang menghidupkan serangan.
Mirip Al Capone, Ribbery sulit 'ditangkap' pemain-pemain Togo. Dia bergerak terus. Dan Alex Fergusson pun langsung mengontak Marsaille, klub Ribbery. Ingin membawa Ribbery ke Old Trafford.
Domenech, pelatih Perancis, harus berpikir mempertahankan formasi ini. Juga dengan menduetkan kembali Henry dan Trezeguet. Terbukti lini depan Perancis kembali bertaring dan bermain dalam fashion a la France yang khas.
Sekarang Jerman-Swedia. Partai pertama perdelapan ini berlangsung dengan menujukkan dominasi Jerman Baru. Ya ini adalah Jerman era Klinsmann. Era striker bukan era libero lagi.
Anak-anak Jerman bermain dengan gaya Klinsmann yang terkenal cepat. Berlari dan mengoper. Terus bergerak.
Swedia pun tercabik-cabik. Tidak sempat bernapas, Podolski sudah mencetak dua gol di lima belas menit pertama.
Harus gue akui. Jerman yang sekarang memang pantas menang dan calon pantas juara dunia.
Argentina nyaris membuat jantung gue copot. Sebagai orang yang yakin Argentina bakal lolos ke perempat dan 'memaksa' dobel cover FourFourTwo tetap jadi, darah gue berhenti mengalir saat Marquez mencetak gol lebih dulu buat Meksiko.
Satu hal faktor yang cenderung dilupakan publik adalah Meksiko sudah berkali-kali bertemu Argentina. Dan pelatihnya La Volpe juga orang Argentina. Jadi Argentina bukan tim 'besar' buat Meksiko.
Sejak detik awal Meksiko langsung menekan. Bermain cepat. Menempel setiap pemain Argentina. Hasilnya Argentina tidak berkembang. Meksiko memberikan contoh bagaimana menghentikan Argentina: dikte permainan dari awal.
Hasilnya menit ke 8, Marquez mencetak gol. Meski dua menit kemudian Crespo mengikat lagi kedudukan menjadi 1-1, hasil tendangan sudut.
Selanjutnya Meksiko terus mendominasi. Pemain Argentina pun berusaha keluar dari tekanan. Seru sekali pertandingan.
Pelan-pelan, anak-anak Meksiko kehabisan energi dan konsetrasi juga. Argentina yang lebih sabar pun mulai menemukan ritmenya. Bola mulai sering ditahan oleh Riquelme. Berusaha membalik mendikte permainan. Tapi pertahanan Meksiko berjibaku.
Pertandingan pun berlangsung sampai extra time. Dan Maxi Rodriguez kembali menunjukkan kalau Argentina memang penuh bakat. Dari sebuah umpan cerdik Sorin, Rondriguez membuat sebuah gol terbaik di Piala Dunia ini. Sepakan luar kotak penalti dari sudut yang sulit. Tidak terduga.
Sebuah drama yang merampas napas.
Jerman bertemu Argentina di perempat final. Sayang sekali. Keduanya layak bertemu di final. Menurut gue, siapa yang menang dari pertandingan itu adalah Juara Dunia kali ini.
Segitu dulu deh. Italia bakal ditunggu Australia malam ini. Australia bakal merepotkan Italia. Hiddink sudah tahu bagaimana mematahkan gerendel Italia.
Swiss dihadang Ukraina. Partai dari tim underdog yang bakal membuktikan pada dunia sejarah apa yang bakal mereka sepakkan.
Brasil bakal diuji Ghana. Meski tanpa Essien, Ghana bakal tidak mudah dikalahkan. Kalau Brasil tidak bermain lepas, bahaya buat juara lima kali itu.
Dan Spanyol bertemu Perancis. Sementara Spanyol sedang on top form, sedangkan Perancis mendapatkan 'angin kedua' mereka.
nb: jadi penggemar bola butuh berhati besar, Ma... :D
Kita bahas ini dulu.
Sesuai dengan keraguan gue, ini memang bukan waktunya Belanda. Dengan tim muda seperti ini, mental adalah PR yang harusnya dikerjakan Basten.
Tapi Basten sendiri adalah pelatih muda. Untuk ukuran pelatih Van Basten masih 'hijau'.
Dan semalam dia kalah dari salah satu pelatih papan atas yang sudah memenangkan Piala Dunia: Scolari.
Tidak diturunkannya Van Nistelrooy jadi perbincangan banyak orang. Basten punya hitungannya sendiri. Yang dipertanyakan banyak orang termasuk gue nantinya.
Sejak kick-off Belanda seolah menjanjikan sekali dengan sepakan jauh Van Bommel yang mencukur tipis rumput di samping tiang gawang kiper Portugal, Ricardo.
Tapi gue udah langsung ngerasa ada yang nggak beres. Ini bukan permainan cepat. Tapi terburu-buru. Pasukan muda Basten seperti terbebani mental dan bermain penuh beban. Emosional.
Robben, Van Persie, Kuyt, semua punya kesempatan. Tapi Nuno Maniche kembali jadi neraka buat Belanda. Di Semifinal Euro 2004, gol pertamanya yang membuat mental Belanda drop. Kali ini dari sebuah serangan balik, di menit 23 Maniche membuat gol yang brilian. Dihalangi tiga pemain belakang, Maniche bisa melepaskan tendangan yang tak bisa terjangkau Van Der Sar.
Portugal sendiri bermain efektif dengan Deco sebagai bintang. Si belagu Cristiano Ronaldo ditarik keluar di menit 34 karena cedera. Sepertinya parah. Iklan Extra Joss itu menangis di bench.
Pertarungan berlangsung seru dan panas. Saking panasnya Ivanov, wasit Rusia, juga ikut kehilangan konsentrasinya. Memang kedua tim bermain lama-kelamaan menjurus kasar ala tarkam. Figo menyundul Bommel. Sneijdner panas mendorong Deco.
Dan banyak lagi. Tapi ada juga beberapa hal yang khilaf dari wasit.
Meski begitu masih ada yang bikin senyum melihat Van Bronchost dan Deco duduk berdua ngobrol dengan akrab dan seru setelah keduanya kena kartu merah. Kebetulan keduanya memang teman di Barcelona.
Hasil pertandingan ini luar biasa. Empat kartu merah, 16 kartu kuning. Sepertinya peraturan baru FIFA yang berkeinginan permainan jadi semengalir mungkin dengan memperketat ruang buat pelanggaran, harus dikaji ulang. Karena wasit juga jadi cenderung tertekan. Jadi gampang sekali memberikan kartu yang bisa merusak permainan dan bahkan turnamen secara keseluruhan.
Tapi itu FIFA. Belanda sendiri memang belum layak melangkah jauh kali ini. Basten sendiri masih belum berkepala dingin. Kecuali Nistelrooy ternyata cedera, kengototan Basten tidak memasukkan Ruutje adalah ego. Padahal di saat genting, ketika Portugal sudah bermain dengan 9 orang, sosok sekaliber Nistelrooy sangat dibutuhkan. Untuk memecah konsentrasi barisan pertahanan dan menaikkam moral pemain muda Belanda.
Basten tetap bergeming. Dia seperti ingin menunjukkan bahwa pasukan muda pilihan dia adalah yang terbaik. Kekeraskepalaannya pun harus dibayar mahal.
Sudahlah. Gue belum terlalu mood membahas ini lebih jauh. Sekarang mari kita lihat Inggris.
Eriksson muncul dengan formasi yang sangat ajaib. Dia memang memainkan satu striker, Rooney, dan memasang Hargreaves, Lampard plus Gerrard. Tapi dia menjadikan Hargreaves bek kanan dan memasukkan Carrick sebagai jangkar. Ajaib sekali. Eriksson memang menumpuk pemain di tengah dengan second line yang tajam, tapi taktik itu malah tidak jalan.
Karena lima pemain yang ditumpuk itu malah dilewati dengan umpan-umpan panjang langsung ke Rooney. Sementara Rooney bukan yang terbaik untuk mengambil bola-bola lob seperti itu. Ada Crouch yang lebih cocok kalau main main seperti itu. Lihat betapa ajaibnya taktik Eriksson?
Yang membuat kelima gelandang di tengah itu tidak jalan adalah pressing yang dilakukan dengan sangat baik oleh Ekuador.
Hanya saja 'kelas' Ekuador belum untuk perdelapan final. Penyelasaian Delgado dan Tenario belum tenang.
Inggris terus bermain tidak jelas. Dengan Lampard yang masih belum menemukan formnya. Dan Carrick yang seperti tidak bermain. Harusnya Hargreaves ada di sana. Karena Hargreaves adalah seorang ballgetter dan ballwinner yang baik.
Sampai akhirnya Inggris mendapatkan kesempatan tendangan bebas di depan kotak penalti Ekuador di menit 60. And David, bend it like Beckham. Tendangan yang sangat sempurna.
Habis itu permainan kembali membosankan. Dan akhirnya Inggris, sori, Beckham mengalahkan Ekuador.
Inggris dan Portugal akan bertemu di perempat final. Scolari akan bertemu Eriksson lagi seperti Korea-Jepang 2002 saat Scolari memimpin Brasil.
Portugal sendiri akan timpang. Bek Constinha dan Deco yang menjadi sumber inspirasi di lapangan tengah tidak bisa main karena kartu merah. Ronaldo cedera. Tapi Scolari adalah pelatih dengan taktik juara. Gue rasa dia bakal tetap akan membuat Portugal bukan lawan mudah buat Inggris yang masih belum juga ketemu permainan yang nyetel.
Sebelum membahas Jerman-Swedia dan Argentia-Meksiko, gue ingin menyampaikan salut gue terhadap Korea yang tersingkir dengan gagah berani. Melawan Swiss, anak-anak Korea menjadi yang mendominasi. Sayang di tengah sepakbola yang kian kompleks ini, semangat saja sudah tidak cukup. Kecerdasan bermain jadi kunci. Swiss bermain sangat rapi dan tenang. Dua faktor yang membawa Swiss bertemu Ukraina di partai perdelapan final.
Gue juga mencatat Perancis yang mulai bangkit. Menyikat Togo 2-0, Perancis ditunggu Spanyol di perdelapan. Perancis main luar biasa. Mereka harus menang. Atau kembali pulang dengan membawa malu. Main tanpa Zidane, tim Ayam Jantan itu malah bermain impresif dengan Vieira yang mengatur serangan dan menjadi kapten. Vieira jadi bintang. Dia membuat gol dan memberikan assist. Tapi yang gue catat adalah permainan ngotot Frank 'Scarface' Ribbery yang menghidupkan serangan.
Mirip Al Capone, Ribbery sulit 'ditangkap' pemain-pemain Togo. Dia bergerak terus. Dan Alex Fergusson pun langsung mengontak Marsaille, klub Ribbery. Ingin membawa Ribbery ke Old Trafford.
Domenech, pelatih Perancis, harus berpikir mempertahankan formasi ini. Juga dengan menduetkan kembali Henry dan Trezeguet. Terbukti lini depan Perancis kembali bertaring dan bermain dalam fashion a la France yang khas.
Sekarang Jerman-Swedia. Partai pertama perdelapan ini berlangsung dengan menujukkan dominasi Jerman Baru. Ya ini adalah Jerman era Klinsmann. Era striker bukan era libero lagi.
Anak-anak Jerman bermain dengan gaya Klinsmann yang terkenal cepat. Berlari dan mengoper. Terus bergerak.
Swedia pun tercabik-cabik. Tidak sempat bernapas, Podolski sudah mencetak dua gol di lima belas menit pertama.
Harus gue akui. Jerman yang sekarang memang pantas menang dan calon pantas juara dunia.
Argentina nyaris membuat jantung gue copot. Sebagai orang yang yakin Argentina bakal lolos ke perempat dan 'memaksa' dobel cover FourFourTwo tetap jadi, darah gue berhenti mengalir saat Marquez mencetak gol lebih dulu buat Meksiko.
Satu hal faktor yang cenderung dilupakan publik adalah Meksiko sudah berkali-kali bertemu Argentina. Dan pelatihnya La Volpe juga orang Argentina. Jadi Argentina bukan tim 'besar' buat Meksiko.
Sejak detik awal Meksiko langsung menekan. Bermain cepat. Menempel setiap pemain Argentina. Hasilnya Argentina tidak berkembang. Meksiko memberikan contoh bagaimana menghentikan Argentina: dikte permainan dari awal.
Hasilnya menit ke 8, Marquez mencetak gol. Meski dua menit kemudian Crespo mengikat lagi kedudukan menjadi 1-1, hasil tendangan sudut.
Selanjutnya Meksiko terus mendominasi. Pemain Argentina pun berusaha keluar dari tekanan. Seru sekali pertandingan.
Pelan-pelan, anak-anak Meksiko kehabisan energi dan konsetrasi juga. Argentina yang lebih sabar pun mulai menemukan ritmenya. Bola mulai sering ditahan oleh Riquelme. Berusaha membalik mendikte permainan. Tapi pertahanan Meksiko berjibaku.
Pertandingan pun berlangsung sampai extra time. Dan Maxi Rodriguez kembali menunjukkan kalau Argentina memang penuh bakat. Dari sebuah umpan cerdik Sorin, Rondriguez membuat sebuah gol terbaik di Piala Dunia ini. Sepakan luar kotak penalti dari sudut yang sulit. Tidak terduga.
Sebuah drama yang merampas napas.
Jerman bertemu Argentina di perempat final. Sayang sekali. Keduanya layak bertemu di final. Menurut gue, siapa yang menang dari pertandingan itu adalah Juara Dunia kali ini.
Segitu dulu deh. Italia bakal ditunggu Australia malam ini. Australia bakal merepotkan Italia. Hiddink sudah tahu bagaimana mematahkan gerendel Italia.
Swiss dihadang Ukraina. Partai dari tim underdog yang bakal membuktikan pada dunia sejarah apa yang bakal mereka sepakkan.
Brasil bakal diuji Ghana. Meski tanpa Essien, Ghana bakal tidak mudah dikalahkan. Kalau Brasil tidak bermain lepas, bahaya buat juara lima kali itu.
Dan Spanyol bertemu Perancis. Sementara Spanyol sedang on top form, sedangkan Perancis mendapatkan 'angin kedua' mereka.
nb: jadi penggemar bola butuh berhati besar, Ma... :D
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home