Monday, April 03, 2006

Battle of Things

Dua minggu terakhir ini, gue perang sama beberapa barang.

Pertama, lemari makan. The Battle of Food Chamber.

Gue sama Umma merasa kita perlu lemari makan. Dan kita udah menjatuhkan pilihan sama lemari makan yang terbuat dari kaca dan aluminium. Praktis dan kuat. Nggak kenal rayap. Belanjalah kita di Jl. Sultan Agung. Di toko Sultan Agung 19 kalo nggak salah.

Pilih punya pilih plus adu urat tawar akhirnya harga pas ditemukan [note: Umma adu urat, gue liat-liat]. Disepakati kalo barang dianter ke rumah kontrakan [karena nggak muat di mobil gue] dengan harga yang terakhir disebutkan. Tapi begitu mau bayar, ternyata si Mas-nya ngeles kalo harga tadi belum masuk ongkos anter. Hm, udah mulai rese. Oke lah, males ribut gue bayar. Barang yang disepakati bukan barang display. Kata Mas-nya ada yang baru. Gue sama Umma pulang karena ada urusan lain.

Sekitar jam limaan, saat menuju pulang, ada telepon dari tukang anter. Mereka udah ada di depan rumah. Nggak nyampe lima belas menit. Lemari itu udah ada di ruang tengah.

Kejanggalan pun terlihat saat Umma menemukan ada tumpukan cabe rawit dan bubuk kopi di dalam lemari. Persis di saat itu tukang anternya dengan ngeselin minta duit tambahan. Nggak ada, gue bilang. Begitu mereka pergi gue menemukan lagi hal-hal yang membuat gue perlahan hipertensi.

Tiang lemari lecet. Pintu atasnya nggak bisa ditutup dengan rapat. Sialan.

Gue pun langsung telepon tokonya.

"Halo Mas. Saya yang tadi beli lemari makan..."
"Oh ya... Udah sampe Mas?" Suaranya ramah. Sayangnya gue nggak minat.
"Mas, kok lemarinya lecet-lecet begini sih?! Pintunya nggak bisa ditutup lagi."
"Ooohh... Yang nganter masih ada Mas?"
"Udah balik"
"Kalo gitu anter aja lagi Mas ke sini."
Gue langsung terdiam. What?!
"Yang bener dong Mas. Ambil lagi dong ke sini. Saya tadi nggak minta yang kayak begini."
"Lho, kan Mas minta yang satu lagi. Nah barangnya cuma dua Mas. Mas kan nggak mau yang satu, otomatis yang satunya lagi dong. Nggak salah dong saya."
Brengsek nih. "Oh, jadi biar barangnya cuma ada satu pintunya bakal tetep dianter gitu?! Mas tadi bilang kalo barangnya baru Mas! Jangan macem-macem deh!"
Terdiam. "Ya kalo gitu dianter aja ke sini. Abis jauh Mas. Kalo saya yang ngambil rugi dong saya."
"Eh urusan situ dong rugi! Saya pembeli Mas dan Mas yang salah! Kok jadi saya yang repot sih?! Kan Mas tau sendiri mobil saya nggak muat!"
Diam lagi. "Saya itu bukannya nggak mau ganti Mas. Abis jauh Mas..."
"Oh jadi salah saya rumah saya jauh?! Gimana sih?! Lain kali pasang aja di toko, cuma jualan buat yang alamatnya deket!"
"Ya bukan gitu Mas..."
"Terus gimana dong?! Situ yang salah Mas. Masa barang ada bekas cabe rawit sama bubuk kopinya dikasih ke pembeli sih?! Lecet lagi!"
"Ya kalo mau cari yang mulus aluminium susah Mas..."
"Wah situ niat dagang nggak sih?! Barang display-nya lebih bagus dari ini Mas!"
"Ya kan Mas nggak mau barang display..."
"Ya tapi kan bukan berarti saya dikasih barang rusak dong! Mas ngecek nggak sih?! Udeh deh! Ngaku aja, situ nggak negcek barang yang dikirim kan?"
Terdiam. "Iya saya ngaku salah deh... Tapi saya nggak mungkin ngambil lagi Mas..."
Gue pun diam. "Sekarang gini deh. Mas nggak mau ngambil karena jauh. Saya juga repot dong kalo nganter. Jauh juga. Ya nggak? Jadi harganya mesti dikurangin lagi kalo saya nganterin balik."
Logika itu kayaknya masuk ke otaknya. "Ya udah deh..."
Akhirnya harga berhasil turun lagi. Tapi entah kenapa, gue sama Umma [yang selama gue bertempur memberikan dukungan moril] merasa udah cukup puas dan malas buat nganterin lagi itu lemari. Lagian setelah diliat-liat, lemari itu cukup lumayan juga. Lecet? Jangan diliat aja. :)

Pertempuran pertama, gue jadi pemenangnya.

Lalu, the battle of rice cooker.

Kalo ini Umma yang mengalami. Setelah mulai spaneng dengan rice cooker lungsuran yang selalu hanya memberikan dua pilihan bentuk nasi: lembek atau keras meski air sudah ditakar dengan sangat presisi, akhirnya kami mengambil lagi rice cooker lungsuran lain di rumah mertua gue. Lebih kecil dan tanpa pemanas.

Rice cooker ini cukup normal, hanya saja Ibu mertua gue lupa memasukkan kabel koneksi ke dalam kardus. Hingga gue memaksa kabel rice cooker lama dipakai rice cooker baru itu. Akibatnya cukup mengkhawatirkan. Kadang ada percikan api dicolokan listrik atau bunyi-bunyi yang lumayan bikin gelisah. Akhirnya gue dan Umma memutuskan untuk membeli the fresh one saja.

We lost at this battle.

Paling gres, the battle of keran air.

Umma pingin keran air yang berujung dua. Biar bisa pake selang dan tidak mengganggu pengisian bak mandi. Waktu beli lemari, gue membeli keran itu di pasar rumput. Harganya 50 ribu dan Nci-nya menjamin itu barang bagus. "Model lama lebih kuat." Begitu jualannya.

Sampe di rumah, langsung gue pasang. Beres pertempuran lemari tentunya. Membuka keran yang lama cukup menguras tenaga. Ini pertama kalinya gue membuka keran. Sukses. Masang keran yang baru sukses. Yang nggak sukses adalah jaminan 'model lama lebih kuat'. Salah satu ujungnya ternyata nggak bisa dibuka, jadi air nggak bisa keluar.

Well, energi sudah habis, jadi gue nggak nelepon tokonya. Diputuskan untuk beli lagi aja. Keran lama gue pasang lagi lebih kuat. Biar nggak bocor.

Sekian hari kemudian, gue beli keran di carefour. Umma melotot. Harganya nggak nyampe 20 ribu. Nyaris maki-maki dia. Apalagi bentuk putarannya lebih cantik. Model kembang.

Sampe di rumah, gue pasang. Ada problem. Gue masangnya keran lama terlalu semangat. Susah banget bukanya. Putarannya sempat patah. Telapak tangan gue sobek dikit. Setelah itu gue menemukan fakta setelah diputar selama 10 menit tidak terjadi perubahan. Dol. Sialan. Tapi gue nggak mau kalah. Setelah jempol gores, sepuluh menit kemudian keran itu berhasil tercabut.

Keran baru oun terpasang dengan baik. Belum bisa dites karena pompa sedang mati mesinnya. Berarti besok pagi.

Dan tadi pagi gue menemukan kalo salah satu ujungnya tidak bisa ditutup. Sudah diputar habis tetap ngucur. Diputar pelan-pelan dicari antara yang pas sampe air berhenti netes, nggak bisa juga. Tetep netes.

Hmmm. Well, dua kosong buat keran. Tapi gue belum kalah! Perang keran belum selesai!


nb: kita cari lagi keran yang lebih canggih Ma. Btw, microwave udah nggak 'pretek-pretek' lagi kan?

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home