Friday, August 26, 2005

Sparkling Her Eyes: The Making

Dunia Fantasi milik kita berdua.

Itu yang terjadi pas si ratu ngeles gue ulang tahun. Gue membawa dia ke Dunia Fantasi [Dufan]. Don't laugh. Ini memang gue udah rencanain. Dia dan Dufan punya hubungan yang sangat erat. Mereka saling berbagi ulang tahun. Dengan tahun kelahiran yang kurang lebih sama.

Gue niat banget ngajak dia senang-senang. Persis di umur dia ke 20. Gue pingin mengingatkan dia kalo gue masih bisa diajak gila-gilaan. Bahwa kita berdua bakal tetap berani melepaskan 'bocah di dalam' untuk berlarian sesekali. Dan gue juga udah ngasih dia sebuah kado 'serius'. Sebuah buku bagaimana menulis novel yang bagus. Anak ini memang berbakat menulis. Believe me. Just wait for her work. Jadi ceritanya gue mau sok nunjukin, bisa serius dan have fun sekaligus. Tapi ini agak gue sesali sedikit belakangan karena berbahaya bagi persendian. Begini ceritanya.

Begitu sampai gue mengurut dada senang ketika melihat Ontang-Anting tidak beroperasi. FYI, gue kurang begitu suka dengan konsep orang digantung-gantung di udara sambil diputar. Not fun at all. Ya, gue takut. Puas?!

Tapi calon bini gue rupanya dilahirkan dengan syaraf having fun lebih sinting. Dia sangat suka sekali permainan model begitu. Catat: Sangat Suka Sekali.

Setelah sedikit berdebat akhirnya diputuskan untuk masuk teater simulator. Gue belum pernah sempet masuk wahana ini. Jadi nurut aja. Ternyata sebuah simulator dunia ruang angkasa dengan kursi [catat ini] yang berputar-putar. Dengan membaca bismillah perlahan, gue berusaha menikmati perasaan melayang-layang seperti itu. Lumayan fun, meski ada sedikit kliyengan di kepala. Ratu ngeles itu? Gue nyaris melihat dia tertidur karena wahana ini kurang menantang buat dia. Sementara gue sedang berusaha sedikit menjaga langkah biar tidak goyang.

Setelah itu kita ngantri di Perang Bintang. Kata dia ini tembak-tembakkan. Hm, this is my kind of thing. Gue suka permainan yang membidik-bidik. Dan gue juara. Jadi di dalam satu kereta yang berisi sekitar enam orang itu, gue berhasil membunuh 14900 musuh. Angka paling tinggi. Nyaris menembus 15000 tapi ada orang [baca: ratu ngeles itu tentunya] yang selalu mengganggu kekhusyukkan gue menembak karena ngiri.

Setelah itu, dia menyeret gue naik Halilintar. Oh, well. Dengan sedikit memberanikan diri, gue pasang senyum. Tapi senyum itu berubah ketika dia maksa buat duduk paling depan atau paling belakang. Atas nama keselamatan jantung dan usus gue menolak. Akhirnya gue memenangkan perdebatan dengan janji kalo naik Kora-Kora mau duduk di paling belakang.

Duduklah kami di bagian tengah. Begitu kereta meluncur perlahan, doa-doa dengan reflek terucap dalam hati. Lantas terjadilah waktu dimana gue menggenggam kacamata paling kencang dalam hidup sambil memejamkan mata. Persis saat kereta sialan itu meluncur terbalik, gue mendengar teriakan, "Pi, jangan tutup mata dong!" Oh, shut up! Lalu penyiksaan napas itu berhenti. Dan gue masih harus mendengar. "Ah nggak seru nih! Kok cuma sekali sih muternya!"

Kalo waktu itu langsung ada tes model Polisi Amrik ngetes pengemudi alkoholik pasti gue langsung ditangkep. Perut gue langsung mual. "Naik Kora-kora ya!" Oh, good Lord, I'm leashing a monster. Monster itu berhasil gue alihkan untuk main tembak-tembakkan dulu sebentar.

Tapi lantas dia tergoda buat naik kicir-kicir. Sebuah wahana dimana ada empat batang besi besar yang memegang kursi yang nantinya akan naik ke atas dan ber putar. Dan kursi-kursi itu pun akan berputar [kenapa sih orang seneng banget diputar-putar?!] juga dengan porosnya sendiri. Oh, no. Gue pun menolak. Akhirnya dia naik sendiri dan turun dengan kalimat marah-marah. Karena cowok yang duduk di sebelahnya sok menenangkan. "Tampang gue takut apa ya?!" semburnya. Padahal dia menganggap permainan itu masih kurang seru.

Lantas akhirnya kami main bombom car. Sesuatu yang kita berdua suka. Puas main tabrak-tabrakan begitu. Dia dengan sangat bernapsu mengejar buat menghajar mobil gue. Seperti ingin menunjukkan kalo dia sebenarnya bisa nyetir. :D

Habis itu dia masih menagih Kora-kora. Sementara mual jujur saja belum hilang dari perut dan kepala gue. Akhirnya gue ngaku nggak bakal enjoy kalo naik Kora-kora. Nggak kuat. Lalu diputuskanlah naik Bianglala. Niatnya sih pingin romantis. Tapi berhubung mual merajai gue, yang ada gue pegangan erat-erat sama besi palang yang ada di kereta gantung itu.

Tapi gue baru nyadarin satu hal. Ternyata sedari tadi banyak merhatiin gue berdua. Serius. Hari itu Dufan nggak bergitu ramai sama anak-anak. Yang banyak justru malah 20 something yang dateng bareng rombongannya atau pasangan masing-masing. Dan ada beberapa yang merhatiin gue berdua sambil senyum-senyum dan terlihat agak-agak ngiri. Hehe.

Bukan geer, tapi emang begitu. Mereka ketawa-tawa ngeliat si ratu ngeles itu lebih gagah perkasa menghadapi wahana dibandingin gue yang lebih terlihat pucat. Gue jadi ikutan senyum sendiri. Dan gue emang ngeliat pijaran pelangi di mata anak ini.

Beres muter-muter sama kincir besar itu, kita jalan ngelewatin komedi putar yang kosong. Saling pandang sebentar, sambil ketawa kita langsung masuk. Antrian kosong-melompong. Bapak penjaga itu pun tersenyum lucu ngelihat kita. Dan gue berdua benar-benar naik komedi putar berdua.

He, this is kind of romantic. Oke, gue kebanyakan nonton film. Tapi duduk berdua di kereta kencana bersama orang yang kita sayang tetap memberikan desiran tersendiri. Tertawa-tawa menguasai komedi putar. Foto-foto. Seolah nggak peduli sama orang-orang yang mulai ngantri di pinggir. I really enjoy this moment. Gue nggak tau dia ngerasa apa. Tapi gue seperti melihat masa depan. Dimana nanti yang tertawa-tawa seperti ini adalah anak-anak kita berdua. Amin.

Begitu putaran selesai, si Bapak Penjaga sambil tersenyum meminta gue berdua untuk ikut naik sekali lagi. Tapi kita memutuskan untuk keluar. Pulang. Ratu ngeles itu berhasil gue rayu makan burger blenger di Senopati. Sementara sebenarnya gue udah mulai ngerasa linu-linu di setiap persendian.

Lalu kita menutup malam ini dengan memakan burger paling enak sedunia itu tanpa malu-malu. Menjilat tiap tetes bumbu barbekyunya seperti anak-anak yang baru saja diajak jalan-jalan keliling kota.

Satu hal yang nggak bakal gue lupain sepanjang hari itu sampe malam. Seulas senyum, renyahan tawa dan tatapan sepasang mata yang terus berpijaran gembira yang entah kenapa gue ngerasa seperti bahagia.

Ah, kalo saya tidak geer dan memang benar begitu, pegal-pegal yang masih terasa sampe besoknya ini nggak ada artinya. Rasa menyesal gue setip habis. I'll be happy to do it again, again and again. As long as I can make her smiling, laughing and sparkling like that again. Why? Because it's so beautify.

nb: ...but still, no Kora-kora ride, honey... :D

4 Comments:

Anonymous Anonymous said...

kalah sama malik! hehehe :)

dia pertama kali naik kora-kora langsung diujung dan kepalanya dipegangin gue biar gak nunduk! hahaha

i'm a cruel mom!!! :)

5:44 PM  
Anonymous Anonymous said...

its owkay gin..
lain kali, kami pasti diajak kan?

11:56 PM  
Blogger caramello said...

hoooo ngajak calon istriii toooh...kemaren nanya2 operasional pembelian tiket dufan katanya buat keponakannyaaaaaaaa naek kelaaaasss....ternyata ulang taunan yayangg....hueheuheuehu...
btw ris, ini yang kedua kalinya loe nanya2 pembelian tiket sama gue[dulu tiket planetarium]. apa tampang gue mirip mbak2 penjaga loket yak? ;P
Happy belated birthday ginaa... :D

9:01 PM  
Anonymous Anonymous said...

fanny paling suka post yang ini...

asyiknya....

ke dufan sama2....

*koq kita2 (baca : adeknya) ga pernah ditraktir ke dufan ya??*

*kabur sebelum dijitak abang*

11:34 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home