Monday, May 01, 2006

PAT

Novelis hebat itu meninggal dunia.

Hm, gue jadi inget sebelum kami berangkat wawancara. "Jangan-jangan ini jadi wawancara terakhir." Ini mungkin maksudnya bercanda. Salah satu rekan yang bicara pasti niatnya bercanda.

Beliau adalah sosok kontroversial. Ditindas habis-habisan. Tapi pernah menindas habis-habisan juga. Politik memang kubangan kotoran bagi seniman. Harusnya jangan main-main ke sana. Sudah menulis saja dengan dasar kemanusiaan. Dasar ini yang belakangan, mau tidak mau, harus diakui muncul di tiap-tiap karyanya. Suka tidak suka dengan kelakuan politiknya, novelnya adalah karya seorang maestro.

Karyanya mengajarkan pada gue kalo novel itu adalah riset. Satu dua novelnya banyak yang nyaris bisa jadi buku pengantar sosiologi. Kalimat sastra juga tidak berarti harus berbunga-bunga ditangannya. Esensi dan ide menjadi raja. Efektifitasnya mengolah kata justru malah membuat rasa merambah kemana-mana. Di kalimat-kalimat dingin bak besi itu justru malah terbuka interpretasi yang longgar tapi mengiris tajam pada batas-batasnya. Maestro.

Selamat jalan laki-laki yang menjadikan hidupnya adalah tantangan sport! Ada sedikit bangga, karena gue bisa jadi bagian sejarah. Menjadi yang terakhir mewawancara secara panjang. Mendengarkan jawaban betapa membakar sampah bisa jadi semacam katarsis bagi tahanan tanpa pengadilan selama belasan tahun.

Sekali lagi, selamat jalan dan terima kasih.


nb: aku sempat di foto sama dia kok, Ma.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home