Friday, May 19, 2006

Sensor

Ada yang aneh dengan sensor di negara ini.

Oh ya sebelum itu ada informasi pendahuluan. Umma baru saja merilis debut pertamanya kemarin. Film mencekam yang sutradarai Hanung Bramantyo. Judulnya Lentera Merah. Ditulis berdasarkan ide cerita dari Hanung. Premiere pertamanya yang membuat dia gugup and a little bit overdramatic. :)

Nggak objektif mungkin kalo seumpamanya gue komen soal film itu. :) So silakan nonton sendiri dan komen di sini atau di sini. But for me it's a solid craft.

Namun ada kejadian yang bikin kening gue berlipat tujuh. Kebetulan gue disitu main sekilas. Dipaksa Hanung. Gue bikin perjanjian gue mau main kalo dia main. Mainlah gue jadinya.

Disitu ada didialog gue tentang penemuan album Genjer-Genjer-nya Lilis Suryani di kamar mahasiswa. Ceritanya gue muncul dalam flashback di tahun 1965.

Dialognya kurang lebih begini: "...saya juga menemukan album Genjer-genjer-nya Lilis Suryani"

Begitu nonton kemaren, dialog itu hilang. Dipotong dengan sangat paksa hingga jadi sangat mengganggu.

Gue langsung bilang ke Hanung. And you know what? Kata Hanung di sensor LSF. Gue melongo. Sebab di Gie lagu itu muncul jadi latar film dan aman-aman saja. Tau apa ternyata alasannya? Kata LSF Lilis Suryani masih hidup takut menyinggung perasaannya.

Hebat. Sebuah karya dipotong karena alasan sepersonal itu. Lantas nanti apa lagi? Batasan sensor akhirnya makin absurd. Dulu gue dapet info langsung kalo adegan ciuman di Gie dipotong karena salah satu anggota LSF yang kenal dengan Gie dan merasa laki-laki itu tidak mungkin ciuman.

H-E-B-A-T.


nb: i'm proud of honey. really.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home