Wednesday, August 31, 2005

Years, Changing Passes By. Growing.

Ini mungkin topik lama dan agak basi.

Tapi gue baru ngalaminnya lagi kemaren bareng seorang kawan. Seorang vokalis berbakat dari band unik yang sayangnya bubar dan sekarang sedang bermetamorfosa menjadi sutradara.

Ceritanya gue sama dia mau ngegarap layar lebar. Story-nya dari gue. Tapi karena sibuk, treatmentnya ditulis sama ratu ngeles tercinta. Dan bagus. Alurnya smooth and smart. Temen gue itu seneng banget. So, objectively, my future wife is talented. Bukan cuma gue aja yang ngerasa. Pokoknya kalo dikasih tagline kurang lebih begini: Tiga sahabat, masa lalu dan sesosok mayat. Tiga sahabat itu perempuan berumur mid twenty.

Saat ngerjainnya dari awal kita selalu ngomong kalo karakter itu seumuran kita. Tapi pas kemaren ngomongin detil, gue sama temen gue itu ketawa ngakak. "Gila ini sih bukan umuran kita! Kira-kira kan mereka kelahiran 80! Gila tua amat ya kita?"

Yeah. Saat kita masih ada di range dua puluhan, rasanya setiap keping umur dua puluh itu 'seumuran' semua. Hehe. Padahal 25 dengan 29 itu berjarak empat tahun dengan pengalaman yang bisa jadi berbeda. Gue sama temen gue ini melewati masa-masa awal produktif bersamaan. Saat gue baru mulai nulis dan nyebur ke film, dia lagi rilis album.

Gue tau sinting-sintingnya dia. Memperdebatkan apakah rasa mint itu sebenarnya memberikan sensasi dingin atau hangat. Sambil mengunyah potongan royco dengan secolek balsem. Ya, anak arab ini memang sinting dan ajaib. Tapi kerjanya beres dan sangat profesional. Multi bakat. Selain nyanyi dia juga disainer cover kaset yang produktif.

Si sinting itu juga belum lama nikah dan istrinya, seorang aktris, sedang hamil 6 bulan sekarang. Masih tetap sinting. Ajaib. Lompatan idenya masih kreatif. Tapi dengar ocehannya begitu kita kelar membongkar treatment [begitu kelar memberikan masukan kalo mayat itu dimasukan dalam koper tiba-tiba hidungnya nongol dan dihinggapi lalat. gue memenangkan perdebatan dan membuat scene itu jadi lebih beradab dengan mengganti hidung dengan jari telunjuk]. Begini cerocosnya: "Gila Ris, kawin emang nggak bisa sembarangan. Gue aja sekarang mesti mikirin beli kereta bayi. Kain bayi yang harganya sepuluh ribuan tapi belinya bisa dua lusinan kali tiap tiga hari. Buat ngerumputin halaman rumah biar nggak ada nyamuk aja, gue udah abis 3,5 juta. Belum paving block 5 juta. Furniture masih ngantri. Belum lagi bikin sekat biar suara gue kalo lagi kerja nggak ngganggu anak gue entar. Tiap bulan gue minimal mesti ngejar tiga klip atau iklan. Nelponin anak-anak di label nanyain ada job klip nggak. Hahahaha!"

I note the laugh. Dia benar-benar tertawa dengan ikhlas. For the first time, I see a man growing. Seseorang yang gue tau begitu sangat lepas, agak liar ternyata bergerak seiring tahun yang berkejaran menjadi kupu-kupu. Tetap berwarna genit tapi elegan. Still playful but wise. Tidak lantas berubah menjadi pucat dihajar realitas hidupnya sendiri atau keharusan bertanggung jawab.

Hm, I hope I can transform like that for my own life. For my love one. Amin.

Dan ini bahasan basi? Buat gue tidak lagi. Ini masalah kesadaran bahwa tahun yang lewat harusnya membuat kita tumbuh.

nb: grow with me, dear... grow with me... Coz, I wanna grow old with you.

1 Comments:

Blogger Soleh Solihun said...

gin, sabar. nggak usah jauh-jauh ngomongin pas ngelahirin. bikinnya aja belum. wah, gila ya. sepertinya ratu ngeles udah nggak sabar ya. hehehe.

4:08 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home